Connect with us
The Salesman

Film

The Salesman: Film yang Mengusik Sisi Kemanusiaan dan Mempermainkan Rasa Empati

Mengurai pertanyaan tentang “apakah sebagai korban seseorang perlu memiliki belas kasih?”

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Salesman” (2016) merupakan film karya sutradara sekaligus penulis skenario Iran, Asghar Farhadi yang menceritakan kehidupan sepasang suami istri yang sedang mengelola emosinya terhadap rasa trauma dan dendam yang dipelihara dalam senyap.

Film ini berhasil membawa nama Asghar Farhadi kembali memenangkan nominasi Oscar untuk kategori Best Foreign Language Film setelah pada 2012 lalu juga membawa pulang piala yang sama untuk film “A Separation” (2011). Pencapaian ini kemudian membuat karya-karyanya semakin dikenal luas secara internasional. Apa sebenarnya yang membuat karya Asghar Farhadi terasa istimewa?

The Salesman

Menyuguhkan Peristiwa yang Begitu Realistis

Dalam babak awal dimulainya film, “The Salesman” menyuguhkan peristiwa kepanikan penghuni sebuah gedung yang akan segera runtuh akibat pengerjaan proyek di sekitar. Diantara para penghuni yang ingin menyelamatkan diri, sepasang suami istri, Emad (Shahab Hosseini) dan Rana (Taraneh Alidoosti) masih sempat membantu tetangganya yang tidak mampu berjalan.

Kekacauan yang terjadi sebelumnya secara alegoris menandai bahwa kehidupan Emad dan Rana akan menemui masalah pelik. Sepasang suami istri yang berprofesi sebagai pelakon teater ini harus pindah dan menemukan rumah baru, dan siapa sangka di tempat tinggal barunya Rana harus mengalami kejadian traumatik yang membuatnya dihantui rasa ketakutan setiap pergi ke kamar mandi.

Walaupun tidak digambarkan secara visual, peristiwa penyerangan yang dialami Rana terasa begitu menyeramkan. Hal itu juga yang pada akhirnya memantik kekalutan Amed dengan perasaan bersalah dan amarah, setelah sebelumnya ia diperlihatkan memiliki karakter yang tenang.

Kecemasan yang dialami Rana, dendam yang dipelihara Amed, dan pertimbangan-pertimbangan sosial yang menyangkut pilihan “hal mana yang lebih baik dilakukan atau apa saja yang seharusnya dirahasiakan” menjadikan film ini seperti bertutur secara jujur tentang keadaan manusia yang selalu dibayang-bayangi rasa takut, khawatir, dan cemas akan pendapat dan pemikiran orang lain.

The Salesman

Dua Cerita yang Dibenturkan dengan Sangat baik

Jalan cerita “The Salesman” dikemas dengan sangat baik oleh Asghar Farhadi dengan menyuguhkan unsur teater yang diambil dari drama pementasan “Death of A Salesman” karya Arthur Miller. Dalam lakon tersebut, kedua karakter utama memainkan tokoh inti dalam pementasan. Amed memerankan tokoh Willy, seorang pria tua yang tidak bisa menghindar dari perselingkuhan walaupun istrinya, Linda yang diperankan oleh Rana sangat baik dan penyayang.

Potongan adegan drama ini pada akhirnya membawa konflik besar pada arus cerita utama dalam kehidupan Amed dan Rana. Sebagai seorang aktor yang profesional Amed tentu mendalami karakter tentang rasa bersalah atas perselingkuhannya. Dan Rana mau tidak mau akan menggali perasaan lawan mainnya tanpa tendensi apakah itu perbuatan baik atau buruk.

Di babak akhir film, konflik perasaan dalam lakon drama yang mereka mainkan akan dibenturkan dengan kejadian nyata yang begitu menguras emosi. Keduanya akan dibuat memahami situasi orang-orang yang berbuat kesalahan dan harga apa yang harus mereka bayar untuk menebus dosa pada orang lain, alih-alih mempertanyakan empati orang yang tersakiti untuk bisa memberikan belas kasih.

Apakah amarah dan dendam yang dipendam Amed akan luluh seiring dia mempelajari tokoh Willy dalam pentas drama yang ia mainkan? Atau malah selalu terusik dengan kelemahan orang-orang yang tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan statusnya di mata dunia?

Dalam menjalani hidup manusia akan dihadapkan dengan pelajaran untuk berempati kepada sesamanya secara berulang dalam keadaan yang berbeda. Mungkin pesan seperti itu yang coba ditawarkan “The Salesman”.

Secara keseluruhan film ini cukup apik dalam setiap lini produksi, tokoh-tokohnya diperankan dengan sangat baik. Naskahnya juga terkesan sangat diperhatikan, banyak dialog-dialog yang dibuat sangat sederhana namun menjelaskan nilai-nilai yang mendalam dan relevan dengan budaya dan sosial di Iran.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect