“The Liar and His Lover” (2013) merupakan film roman musikal Jepang yang diadaptasi dari cerita manga karya Kotomi Aoki dengan judul “Kanojo wa Uso o Aishisugiteru”.
Walaupun jika dibandingkan dengan film bergenre serupa seperti “Your Lie in April” (2016), film ini terbilang kalah populer, nyatanya jika dilihat dari keseriusan penggarapan musiknya film ini justru lebih menarik perhatian lewat lagu-lagunya yang easy listening.
Cerita tentang Dua Orang yang Ingin Saling Menyelamatkan
Ada beberapa orang yang menyandarkan sebagai besar hidupnya pada satu hal yang sangat mereka cintai, entah itu lukisan, buku, film, atau musik. Ogasawara Aki (Takeru Satoh) merupakan salah satu orang yang mewarnai keseluruhan tema hidupnya dengan musik dan lagu-lagu. Ia menemui keberuntungan besar karena pada akhirnya bisa sukses melibatkan diri sebagai seorang pencipta lagu dari “Crude Play”, grup band terkenal yang sedang populer di kalangan remaja saat ini.
Namun ternyata musik juga telah membuat Aki tersesat, ditengah patah hati dan kemarahannya pada diri sendiri, secara tidak sengaja ia bertemu dengan Koeda Riko (Sakurako Ohara), seorang gadis SMA biasa yang berjanji menyelamatkan hidupnya dari musik yang membelenggu perasaan Aki.
Mereka berdua kemudian menjalani hubungan dengan sebuah kebohongan. Aki yang menyembunyikan latar belakangnya sebagai seseorang yang berada dibalik musik-musik jenius Crude Play, dan Riko yang sebenarnya memiliki impian besar sebagai seorang penyanyi.
Walaupun nampak klise, hubungan antara Aki dan Riko berhasil menyambung jalannya cerita tentang kisah cinta seorang pembohong sesuai dengan judul filmnya. Meskipun pada akhirnya, kebohongan-kebohongan tersebut dibiarkan menguap begitu saja alih-alih menjadi konflik utama. Setidaknya dengan durasi kurang dari dua jam, cerita film “The Liar and his Lover” bisa merangkum berjilid-jilid episode dalam format cerita aslinya.
Industri Musik Modern dan Krisis Eksistensial
Jika dilihat secara menyeluruh “The Liar and his Lover” lebih nampak seperti film yang memusatkan konfliknya pada musik dibandingkan dengan kisah percintaan dua pemeran utamanya. Industri musik modern secara khusus diberikan panggung utama untuk mengisi perdebatan tentang siapa karakter-karakter protagonis dan antagonis di film ini.
Kehadiran Soichiro Takagi (Takashi Sorimachi) yang berperan sebagai produser musik di industri pop Jepang, membuka luka masa lalu Aki yang pada masa SMA dulu masih mempercayai musik sebagai sumber kebahagiaannya bersama teman-teman.
Pada adegan kilas balik, penonton diberikan gambaran utuh tentang masa lalu Aki bersama Crude Play (Band pertemanannya saat SMA). Pada sebuah pentas, Takagi menemukan Crude Play dan langsung mengatur debut band amatir tersebut. Namun, untuk bisa bertahan di industri musik mereka harus menyetujui satu hal, lagu mereka akan dimainkan oleh musisi profesional dan mereka hanya perlu melakukan playback. Aki memutuskan untuk mengundurkan diri, dan memberi kesempatan pada Shinya (Masataka Kubota) untuk mengisi posisinya sebagai pemain bass, dan ia hanya berada dibalik layar menciptakan lagu-lagu Crude Play.
Keadaan tersebut yang akhirnya melahirkan sentimen negatif Aki pada musik, tentang lagu-lagu yang hanya menjadi produk jual-beli dan hanya melengkapi kebutuhan industri saja. Penampakan Aki sebagai karakter yang kacau, tidak kuat secara psikologis, dan ingin bersembunyi dari dunia adalah salah satu cara pertahanan dirinya untuk menyelamatkan musik dan orang-orang yang dicintainya.
Debut Memukau dari Sakurako Ohara
Selain penampilan Takeru Satoh yang nyaris sempurna membawakan karakter Aki. Kehadiran Sakurako Ohara sebagai tokoh Riko yang periang, bersuara lantang, dan berpikiran lebih dewasa untuk anak seusianya juga memberikan warna lain untuk film ini.
Penampilan khasnya dengan rambut pendek yang menyerupai jamur, tingkah laku polos, dan warna suaranya yang unik membuat karakter Riko berhasil ditampilkan sebagai seorang musisi yang energik di panggung tetapi tampak belum mengerti dunia seutuhnya dalam kehidupan nyata.
Tidak heran jika untuk menemukan pemeran Riko, untuk produksi film ternyata dilakukan audisi besar-besaran. Dan Sakurako Ohara berhasil menjadi yang terbaik mengalahkan 4.999 pesaing lainnya.
Film yang dibuat riang dengan lagu-lagu dan sendu dengan kemurungan tokoh-tokohnya ini juga memberikan kejutan menyenangkan dengan menghadirkan musik-musik yang tidak hanya bagus, tetapi bisa mengikat cerita secara keseluruhan. Misalnya seperti lagu “Sotsugyou” yang dibawakan Crude Play saat SMA, “Ashita mo, Tomorrow” sebagai lagu debut Riko dan Mush &.co dan “Chippokena Ai no Uta” yang menjadi lagu ending film ini.
Secara keseluruhan film ini sangat bisa dinikmati untuk yang suka dengan cerita tentang musik dan romansa klise. Pastikan untuk menyelesaikan film sampai berakhirnya credit title karena ada kejutan menarik pada ending-nya.
