The Garden of Evening Mists (TGOEM) merupakan film drama romansa dengan latar sejarah yang disutradarai oleh sutradara Taiwan, Tom Lin. Naskah ditulis oleh peraih BAFTA asal Skotlandia, Richard Smith, diadaptasi dari novel Malaysia berjudul serupa karya Tan Twan Eng.
Film ini juga dibintangi oleh sederet aktor mancanegara, seperti Sinje Lee dari Malaysia dan Hiroshi Abe dari Jepang sebagai pemeran utama. Serta jajaran aktor pendukung lainnya; Sylvia Chang, David Oakes, Julian Sands, dan Jihn Hannah.
Menceritakan kisah Teoh Yun Ling, seorang wanita yang selamat dari kamp Jepang pada masa Perang Dunia ke II di Malaya. Setelah perang berakhir, Yun Ling masih terus mengalami trauma dan kepedihan, disebabkan oleh nasib malang adik perempuanya. Tak sekedar mencari ketenangan di Cameron Highlands, Yun Ling bertemu dengan seorang ahli taman Jepang, Nakamura Arimoto. Yun Ling bekerja di taman Arimoto karena ingin membuat taman Jepang yang menjadi keinginan terakhir dari mendiang adiknya. Cinta terlarang pun bersemi di antara Arimoto dan Yun Ling, di taman sederhana di perbukitan Malaya tersebut.
Film Ambius yang Dieksekusi dengan Produksi Maksimal
Film ini tampak memiliki ambisi yang besar dengan mengumpulkan sederet filmmaker hingga aktor dari berbagai negara. Nuansa multikultural tercipta dengan alami dalam film ini. Dimana ada banyak karakter yang memiliki latar belakang ras dan budaya yang berbeda. Mulai dari Yun Ling yang merupakan wanita asli Malaya, Aritomo ahli taman Jepang yang dipecat dari Istana negara asalnya, dan banyak karakter pendukung berdarah Eropa. Kita juga akan mendengarkan berbagai bahasa dengan aksen yang raw dan otentik dari setiap aktor. Namun, film tetap didominasi dengan bahasa Inggris.
Tak hanya memiliki proses casting yang serius dan maksimal, produksi film secara keseluruhan juga berhasil menghidupkan latar lokasi Malaya tempo dulu. The Garden of Evening Mists melakukan seluruh proses syutingnya di Malaysia. Sebagian besar di daerah perbukitan yang masih rimbun pepohonan dengan cottage-cottage yang masih sedikit.
Produksi lokasi syuting seperti rumah bergaya Barat, cottage bernuansa Jepang, dan berbagai latar belakangan lokasi sudah sangat maksimal. Begitu juga dengan desain kostum dan makeup setiap aktor. Kualitas produksi film ini terbukti dengan penghargaan Best Makeup & Costume Design pada ajang Golden Horse Awards 2019.
Film ini sebetulnya kurang mengeksplorasi sinematografi yang menonjolkan suasana alam Cameron Highlands. Taman yang cukup menjadi objek utama dalam film ini juga tidak terlalu ditampilkan untuk menciptakan visual yang indah dan sejuk. Secara visual, TGOEM lebih didominasi dengan warna panas seperti lampu remang-remang kekuningan, putih tulang, dan filter sephia yang memang paling efektif untuk menghidupkan suasana dari masa lampau.
Kisah Cinta Melankolis Berpadu dengan Kisah Sejarah yang Memilukan
Kisah sebetulnya berpusat pada interaksi antara dua karakter utama, Yun Ling dan Arimoto. Namun hal tersebut merupakan perkembangan objektif dari niat awal Yun Ling yang sebetulnya hanya ingin membuat taman Jepang untuk mengenang adik perempuannya. Perkembangan hubungan antara Yun Ling dan Arimoto memang termasuk cepat. Namun, jika berekspektasi tentang hubungan asmara dengan adegan dan dialog yang romantis, TGOEM tidak terlalu menampilkan materi tersebut. Hubungan asmara yang terjadi pasca perang masih meninggalkan luka yang membuat setiap karakter berada dalam kondisi trauma. Kisah cinta yang hendak disampaikan bukan cinta yang eros dan intim, namun lebih ke pengertian dan pesan tersembunyi yang tak lekang oleh waktu.
Masa lalu Yun Ling dan adiknya di kamp konsentrasi Jepang menjadi materi sejarah pilu yang membalut kisah ini. Memberikan kita sedikit informasi tentang kekejaman tentara Jepang saat Perang Dunia II dan menjadi salah satu bekal pembentukan karakter Yun Ling. Sayangnya, karakter Arimoto masih kurang dieksplorasi latar belakangnya. Kita hanya mendapatkan sedikit informasi tentang karakter utama satu ini. Membuat kita mempertanyakan, apa yang dilihat Yun Ling dari sosok Arimoto yang baru saja Ia temui. Terlebih lagi pria ini berdarah Jepang, kaum yang menorehkan luka besar secara fisik maupun batin pada Yun Ling.
Plot Hole dan Editing Latar Waktu yang Kurang Rapih
Seperti yang telah disebutkan, penyiksaan yang diterima oleh Yun Ling dan adiknya menjadi salah satu materi sejarah yang cukup menonjol dalam kisah ini. Kisah juga diawali dengan banyak dialog seputar situasi pasca perang, bagaimana orang Jepang mengambil sikap setelah perang berakhir, hingga tentara-tentara ulung yang sekedar mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Namun, sebagaian besar dari alur ini menciptakan plot hole yang tidak dijelaskan terlalu dalam.
Perkembangan plot secara keseluruhan juga kurang menarik pada beberapa bagian karena eksekusi editing yang kurang sempurna. TGOEM merupakan film dengan tiga latar waktu; Perang Dunia II, masa pasca perang, dan Yun Ling di masa tuanya yang berusaha menemukan kembali makna dari hubungannya dengan Arimoto di masa lalu. Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya kita paham bahwa film ini memiliki alur maju mundur.
Editing adegan dari setiap latar waktu juga disempatkan dengan kurang rapih. Ada beberapa adegan yang memang sangat menarik dan menimbulkan ketegangan, namun ada juga yang terasa membingungkan, repetitive, dan sekedar disematkan.
Secara keseluruhan, The Garden of Evening Mists merupakan film drama yang memiliki produksi ambius dan maksimal. Namun, eksekusi ceritanya mungkin tidak akan memenuhi ekspektasi penonton setelah melihat label ‘historical romance’. The Garden of Evening Mists akan segera tayang di HBO pada 13 September 2020 mendatang. Bisa juga streaming film ini di HBO GO.