Tahun 1998, sebuah iklan berlian menyedot perhatian orang-orang di Jepang. Seorang perempuan digambarkan terbangun dari tidurnya dengan wajah senang. Ia melihat cincin berlian yang berkilau di jarinya. Ingatannya lalu berputar pada memori manis bersama seorang pria. Lalu ia menerima telpon sambil tersipu. Iklannya mungkin sederhana tapi mampu terpatri di ingatan warga Jepang saat itu. Berlian adalah lambang cinta.
Pesan yang disampaikan iklan tersebut sama melekatnya di ingatan kita dengan sirup merek Marjan dan Ramadhan. Begitu pula dengan sebutan Odol pada pasta gigi atau Indomie pada mie instan. Trik marketing yang sukses ditambah dengan kualitas barang yang baik berhasil mendongkrak penjualan. Padahal cinta tidak selalu harus dibuktikan dengan berlian. Apalagi kalau dianggap sebagai investasi menguntungkan.
Sebenarnya kesuksesan membentuk citra berlian ini dimulai oleh Frances Gerety. Ia adalah copywriter di agensi NW Ayer di tahun 1947. Saat itu kliennya adalah De Beers, perusahaan berlian asal Inggris.
Asal mula pendirian perusahaan ini adalah penemuan tambang batu berlian di Afrika Selatan tahun 1870. Sejak awal perusahaan ini telah berpikir cerdik agar menciptakaan iklim di mana berlian dianggap benda berharga dan akan tetap memiliki pasar.
Mereka menetapkan harga yang tinggi sehingga berlian dianggap benda bergengsi. Toko-toko yang menjual berlian umumnya tidak membeli kembali dari konsumen. Namun bukan berarti strategi tersebut cukup. Dunia dilanda perang ditambah perekonomian sulit membuat penjualan berlian tidak cukup baik.
Eropa sedang panas-panasnya dan orang tidak mengeluarkan uang untuk sebuah batu yang berkilau. Hanya 10% cincin pertunangan yang menggunakan berlian sebagai batunya di masa itu.
De Beers pun memutar otak. Setelah fokus pada pasar Eropa di awal pendirian, De Beers mengalihkan pandangan ke Amerika. Untuk itu sebuah agensi periklanan digunakan. Frances sebagai copywriter lalu menulis sebuah jargon yang akan terkenal hingga puluhan tahun berikutnya, “A diamond is forever.” Tak berhenti di jargon saja, NW Ayer harus memastikan agar pasar berlian dapat diperluas sepenuhnya.
Sehingga rencana yang ditetapkan kira-kira begini. Benda ini harus berharga, tapi orang tidak berniat untuk menjualnya kembali. Sebab bila dijual, harganya akan jatuh hingga 50%-nya.
Toko eceran sengaja menjual dengan harga tinggi dan tidak membeli kembali dari konsumen agar berlian tetap dianggap eksklusif. Pasar juga dipastikan tidak jenuh. Ini membuat berlian bukan instrumen investasi yang menarik. Ia dianggap sebagai lambang kekekalan. Keindahannya haruslah terlihat mewah tapi dapat dibeli hampir semua orang. Jadi, apalagi kalo bukan cincin pertunangan?
Cerdasnya, agensi memiliki menggunakan metode soft selling. Iklan-iklan yang memuat si cincin berlian tidak mencatut merek De Beers. Justru berseliweran kisah mengenai para selebriti yang melamar kekasihnya dengan cincin berlian. Lalu para desainer fashion membahas tren mengenai penggunaan cincin berlian dalam wawancara mereka.
Selain itu para fotografer diminta memotret figur publik yang tengah menggunakan cincin berlian. Tentunya foto si cincin harus benar-benar mencolok. Bahkan para dosen di seluruh negeri diminta menggunakan cincin berlian agar anak didik mereka yaitu para gadis muda dapat tergiur dengan keindahannya.
Ada ratusan koran yang memuat berita mengenai tren penggunaan cincin berlian. Selain itu iklan yang secara langsung menampilkan merek dari De Beers isinya berupa cara membeli berlian.
Berlian yang berukuran besar tentu saja mahal. Agar kaum menengah tidak berkecil hati, dalam informasi cara membeli berlian itu ditekankan kualitasnya. Bahwa sekecil apapun ukurannya selama berkualitas maka akan membanggakan si pembeli. Karena harganya yang jatuh, akhirnya muncul kebiasaan untuk tidak menjual berlian melainkan mewariskannya.
Kesuksesan seluruh rangkaian strategi ini mampu meningkatkan penjualan berlian hingga 55%. Kemudian De Beers pun memperluas pasar ke negara-negar lainnya. Kondisi awalnya sama seperti di Amerika yaitu penjualan yang tidak terlalu baik. Misalnya saja Jepang. Pada tahun 1965, hanya 5% cincin pertunangan yang menggunakan berlian. Namun pada 1995, 77% cincin pertuangan telah menggunakan berlian. Peningkatan yang sama juga terjadi di China dan India.
Bagaimana dengan Indonesia? Bisa dibilang emas lebih berjaya di sini. Sebab emas sendiri merupakan produk investasi yang baik dan harganya cenderung naik. Dalam Islam, salah satu syarat mas kawin adalah memiliki nilai.
Berlian tidak berlaku karena harganya yang turun. Kalaupun cincin emas tersebut dibubuhi batu berlian yang cantik, itu karena si pemilik menyukainya bukan karena berlian telah menjadi budaya. Berlian ataupun batuan lainnya pun kurang menguntungkan bila digadai.
Namun, citra berlian sebagai lambang kekekalan nampaknya juga sampai pada publik di Indonesia. Anggie telah menikah lebih dari dua puluh tahun lamanya. Ia dan suaminya bukan berasal dari keluarga kaya. Namun ketika menikah ia dibelikan oleh suaminya cincin emas dengan batu berlian. Alasan suaminya, berlian adalah bukti cinta yang abadi. Dengan berjalannya waktu, cincin tersebut tidak muat sehingga mereka membeli cincin yang baru. Tapi batunya tetap menggunakan batu berlian.
Lalu, sejak kapan umat manusia menggunakan cincin sebagai tanda pertunangan? Budaya ini telah dilakukan sejak zaman Romawi kuno. Memang saat itu emas ataupun berlian belum dipakai. Bahan yang digunakan sebagai cincin adalah batu, tulang, tembaga, besi, dan gading.
Cincin emas mulai digunakan oleh orang-orang Pompeii, sebuah daerah di Italia yang terkubur oleh letusan gunung merapi. Kemudian tahun 850, Paus Nicholas I mendeklarasikan cincin pertunangan sebagai representasi keinginan seorang lelaki untuk serius pada seorang perempuan.
Kini De Beers tetap menggunakan berbagai inovasi untuk menjadikan berlian sebagai benda yang relevan. Walau ada banyak batu-batuan lain yang dapat digunakan untuk pertunangan maupun pernikahan, berlian tetap tidak kehilangan pamornya.
Misalnya De Beers mengeluarkan berlian yang memiliki sertifikat antikonflik (ingat film Blood Diamond?). De Beers juga ikut dalam kampanye konservasi lingkungan, perlindungan perempuan, hingga layanan custom cincin berlian untuk tiap pelanggan.