“In a Violent Nature” adalah film slasher/splatter horror yang disutradarai oleh Chris Nash. Sejak pertama kali dipromosikan, film horor yang rilis di Shudder ini menarik perhatian dengan premis ‘film slasher dari sudut pandang pembunuh’.
Dimana bagi penggemar film slasher horror, plot yang paling umum dari film genre ini adalah sebaliknya, memposisikan pembunuh sebagai ‘pemburu’, sementara (seringkali) sekelompok orang menjadi ‘mangsa’. Merasakan teror dan ketegangan ketika menonton film horor selama ini ketahui memang paling efektif dari sudut pandang karakter-karakter yang berusaha bertahan hidup.
Namun dalam “In a Violent Nature”, kita akan mengikuti sosok misterius yang dikenal sebagai Johnny. Ketika sekelompok orang berkemah di kabin yang masuk teritoritinya serta mengusik istirahatnya, Johnny memulai perburuan untuk mengambil kembali apa yang telah direnggut darinya.
Film ini akan mengingatkan kita pada salah satu pioneer slasher/splatter horror, “Friday the 13th” (1980), hampir dalam berbagai aspek, namun menyajikan sudut pandang lain yang menghasilkan presentasi baru dalam skenannya.
Slasher/Splatter Horror yang Slow Burn
Film slasher/splatter horror biasanya memiliki presentasi perkembangan plot yang cepat dan kebrutalan yang bertubi-tubi. Namun berbeda dengan “In a Violent Nature” yang memiliki presentasi slow burn. Terutama pada babak pertama, tidak banyak hal terjadi, penonton harus bersabar menunggu dari sudut pandang pembunuh yang mengintai mangsanya. Mungkin keseruannya terasa menurun bagi yang terbiasa dan menikmati film slasher horror dengan berbagai gimmick dan drama pada kelompok karakter pada babak pertama.
Daripada menyimak konflik, drama, dan berbagai gimmick interaksi dalam sekelompok kawan yang akan menjadi target pembunuhan, memulai cerita dari sudut pandang Johnny yang menjadi pembunuh dalam kisah ini terasa lebih tenang.
Tidak ada jumpscare karena kita melihat dari sudut pandang Johnny. Namun eksekusi pembunuhan pada setiap karakter jadi terasa lebih menyakitkan dan brutal karena presentasi adegan yang sunyi, membuat setiap adegan terasa lebih otentik. Berbagai arahan cara membunuh Johnny pada setiap karakter juga tak kalah sadis dan brutal dengan film-film slasher pada umumnya.
Tetap Menegangkan dari Sudut Pandang Pembunuh
Meskipun demikian, “In a Violent Nature” tetap berhasil menghadirkan nuansa yang menegangkan melalui sudut pandang Johnny si pembantai. Setelah melihat apa yang bisa ia lakukan dan sikap dinginnya setiap kali beraksi, penonton akan dibuat gelisah ketika harus menebak-nebak, apa yang akan dilakukan Johnny pada mangsa berikutnya.
Lebih dari slasher, metode pembunuhan Johnny tidak hanya pada satu senjata ikonik seperti Michael Myers pada “Hallloween”. Johnny lebih banyak memanfaatkan apapun senjata potensial yang ada di sekitarnya.
Semenjak narasi awal, film ini bisa membuat kita mempertimbangkan untuk merasa “relevan” dengan Johnny. Karena sudah bukan opini kontroversial lagi, terkadang kita juga kesal melihat sekelompok orang ceroboh dalam film-film slasher horror yang membawa malapetaka kepada diri mereka sendiri. Sayang saja, jika membahas penampilan aktor, baik pembunuh maupun korbannya, tidak ada yang terlalu meninggalkan kesan. Kita tidak akan peduli dengan nasib para korban karena tidak banyak latar belakang diungkapkan, begitu pula Johnny yang karakternya hanya satu dimensi.
Bukan untuk Penggemar Berat Slasher Horror Generik
“In a Violent Nature” menuai komentar dan ulasan beragam di internet. Cukup banyak yang tidak puas dengan film ini, yang pastinya lebih banyak datang dari penggemar film slasher horror. Bisa jadi salah satu kelemahan dari film ini adalah strategi promosi kemudian bersambut dengan ekspektasi penonton.
“In a Violent Nature” adalah film slasher horror yang tidak akan dinikmati oleh penggemar film slasher horror. Apalagi bagi kita yang sudah terlalu sering terpapar aneka plot, adegan pembunuhan sadis, dan familiar dengan judul-judul generik namun klasik dalam skenanya.
Namun film ini telah memberikan sudut pandang yang cukup menarik jika saja penonton bisa lebih open-minded, menonton tanpa ekspektasi. “In a Violent Nature” juga bisa menarik bagi penggemar film-film horor slow burn dengan arahan yang lebih artistik daripada komersil. Menyebutkan bahwa film ini ‘tidak memberikan hal yang baru’ sebetulnya kurang akurat. Ini soal ekspektasi jenis horor seperti apa yang akan kita nikmati.
Ketika film slasher horror umumnya menawarkan jumpscare dan elemen kejutan, “In a Violent Nature” menyangkal aturan tersebut dengan menghadirkan horor dari elemen ketegangan yang lebih sunyi, namun tetap efektif bahkan terasa otentik.
