Hellboy menjadi sebuah fenomena ‘superhero’ atau adaptasi karakter komik bahkan sebelum Marvel dan DC bersaing untuk menjadi yang terbaik. Hal ini tidak lepas dari campur tangan sutradara asal Mexico Guillermo del Toro. Sebagai seorang master dari film ‘monster’, ia berhasil memberikan tontonan menghibur dari aksi Hellboy yang diperankan oleh Ron Perlman. Film Hellboy garapannya berhasil mencuri hati penonton sehingga karakter Hellboy menjadi salah satu karakter favorit dan meraih popularitas luar biasa. Tidak heran pada tahun 2008, Hellboy berkesempatan mendapatkan sebuah sequel berjudul Hellboy II: The Golden Army. Duology ini menjadi sebuah standard yang cukup tinggi sehingga sepertinya akan sulit untuk membuat film ketiga yang mencapai kualitas yang sama. Sempat terdengar rencana kembalinya Guillermo del Toro dan Ron Perlman untuk film ketiga Hellboy tetapi rencana tersebut harus kandas dan akhirnya Neill Marshall mendapatkan kesempatan untuk membuat reboot dari film Hellboy.
Menjadi sebuah reboot, David Harbour mendapatkan kesempatan sebagai aktor baru untuk memerankan karakter ikonik Hellboy. Setelah melihat kemampuan akting luar biasa pada serial original Netflix Stranger Things, tidak mengherankan bahwa David Harbour menjadi kandidat utama pemeran Hellboy. Lewat perannya dalam memerankan karakter Jim Hopper, terlihat dengan jelas bagaimana David dapat mewujudkan karakter kompleks serta menyeimbangkan karakter yang agak liar tetapi memiliki hati yang lemah lembut. Meskipun ada beberapa skeptis pada proyek reboot ini, duet Neil Marshall dan David Harbour bisa dibilang membuat Hellboy menjadi salah satu film paling ditunggu tahun ini. Sayangnya, produk akhir yang penonton dapatkan jauh dari memuaskan dan gagal memuaskan para penggemar Hellboy.
Melihat sumber masalah utama dari film ini sepertinya tidak lain berasal dari kualitas cerita yang sepertinya tidak memiliki identitas kuat seperti Hellboy Guillermo del Toro. Hellboy (2019) menjadi sebuah cerita ‘origin’ Hellboy menemukan jati diri yang bercerita tentang kebangkitan Nimue seorang penyihir kuno jahat yang berusaha menguasai dunia. Sepanjang film, Hellboy berulang kali dihadapkan pada konflik serta dilemma mengenai identitas serta jati dirinya yang sebenarnya. Cerita ambisius yang berpotensi menjadi luar biasa ini dicemari oleh aksi yang membosankan serta humor hambar yang gagal membuat tawa bagi penonton. Salah satu hal yang membuat film Hellboy milik del Toro spesial tidak lain adalah keseimbangan antara aksi, humor serta perwujudan konflik dari dilemma yang dirasakan Hellboy secara realistis dan relatable. Hellboy milik Neil Marshall sepertinya gagal pada setiap aspek tersebut.
Pada beberapa poin di film ini, penonton seakan merasa lelah dengan karakter Hellboy yang seakan sibuk dengan dunianya sendiri. Banyak subplot yang ditawarkan sepanjang film ini tetapi banyak juga subplot yang terasa tidak penting atau tidak memiliki sebuah akhir yang memuaskan. Berbagai sejarah serta latar belakang cerita juga dituangkan kepada penonton lewat narasi yang menjadi sebuah eksposisi yang terkesan tidak ‘smart.’ Penonton dibuat bosan dari berbagai penjelasan dari ‘voice over’ seakan sedang mendengar sebuah monologue. Dengan materi utama yang sebetulnya sudah kaya seharusnya hal seperti ini dapat dihindari jika cerita adaptasi sudah disiapkan dengan matang. Seharusnya dilemma yang dirasakan oleh Hellboy sebagai karakter yang dibesarkan di dunia manusia sekaligus menjadi pembawa kiamat dalam ramalan dapat menciptakan sebuah konflik yang menarik. Sayangnya, dengan plot yang terasa kurang fokus potensi yang dimiliki tidak tercapai.
Dari berbagai adegan aksi yang ditampilkan, hanya sedikit aksi yang tergolong memukau atau menghibur penonton. Salah satu aksi paling menarik adalah ketika Hellboy harus berhadapan dengan tiga raksasa sekaligus. Sisanya aksi yang ditampilkan bisa dibilang sangat mengecewakan. Terkadang berbagai adegan aksi yang ditampilkan terlalu bergantung pada visual effects sehingga mengurangi tensi yang dirasakan oleh penonton. Penonton merasa sadar bahwa visual yang ditampilkan di depan mereka tidak lain adalah hasil dari olah digital buatan manusia. Dengan rating R yang dimiliki sangat disayangkan aksi di film ini tidak lebih memukau dari film Hellboy (2004) yang hanya memiliki rating PG-13.
Berbicara mengenai efek yang digunakan, Hellboy (2019) memang tidak tergantung hanya pada Visual Effects tetapi juga dengan penggunaan Special Effects. Penggunaan Special Effects memang sulit mengalahkan hasil olah digital dari Visual Effects tetapi Special Effects membawa ciri khas dan identitasnya tersendiri. Jika ada poin positif yang bisa dilihat dari film Hellboy (2019) sepertinya penggunaan Special Effects terutama dalam merubah David Harbour menjadi Hellboy patut diapresiasi. Lewat penggunaan special effects David Harbour terlihat cukup sempurna dan tidak kalah dari Hellboy yang diperankan oleh Ron Perlman. Berbanding terbalik dengan SFX, VFX di film ini terlihat buruk bahkan terasa terlalu ambisius untuk proyek ini. Beberapa makhluk atau setting yang ditampilkan terasa ‘palsu’ sehingga mengurangi pengalaman luar biasa dalam menonton film ini. Bahkan ketika keduanya (VFX & SFX) disatukan dalam frame yang sama, keduanya terlihat tidak menyatu dan mengganggu satu sama lain.
David Harbour bisa dibilang memberikan performa terbaiknya lewat karakter Hellboy garapan Neil Marshall. Sayangnya, usaha David tidak didukung dengan plot cerita yang sama kuatnya. Milla Jovovich pemeran Nimue juga memberikan performa terbaik dari materi seadanya yang diberikan lewat karakter Nimue. Ian McShane, pemeran Trevor ayah angkat dari Hellboy juga tidak bisa mewujudkan hubungan kompleks yang seharusnya dapat dirasakan antara keduanya. Hal ini bukan kesalahan Ian McShane tetapi kembali lagi pada kualitas cerita serta materi yang diberikan. Dengan berbagai aktor serta aktris kelas atas tentunya sebuah film tetap tidak dapat berubah menjadi gemilang jika tidak didukung oleh materi yang sama kuatnya.
Hellboy (2019) terbukti menjadi sebuah reboot yang tidak diinginkan dan hanya menjadi ‘film pengganti‘ untuk para penggemar yang bermimpi mendapatkan sequel Hellboy dari Guillermo del Toro. Menarik jika melihat beberapa setup untuk sequel dari film Hellboy garapan Neil Marshall. Apakah Hellboy (2019) akan mendapatkan sequel setelah hasil buruk yang didapatkan? Ataukah penonton akan mendapatkan sebuah reboot baru yang mudah-mudahan berhasil mencapai standard serta kualitas dari film garapan Guillermo del Toro? Atau jangan-jangan del Toro akan kembali dan mengejutkan penonton lewat film ketiga yang sudah pernah direncanakan? Kita tunggu saja dengan sabar karena karakter Hellboy berhak mendapatkan treatment yang lebih baik dari film garapan sutradara Neil Marshall.