Connect with us
Ex Machina Review

Film

Ex Machina Review: Film Tentang AI Bernuansa Suspense yang Orisinal

Debut memukau dari Alex Garland eksekusi naskah fiksi ilmiah thriller. 

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Ex Machina” (2014) merupakan film debut Alex Garland sebagai sutradara. Dibintangi oleh Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, dan Oscar Isaac, “Ex Machina” bukan film fiksi ilmiah tentang kecerdasan buatan (AI) biasa.

Nathan Bateman adalah seorang CEO perusahan mesin pencarian, Blue Book. Caleb Smith adalah seorang pegawai yang memenangkan hadiah untuk datang ke rumah Nathan yang terisolasi. Ia sedang mengerjakan proyek rahasia dan mengundang Caleb sebagai pemenangan undian untuk diajak bertukar pikirkan dalam mengembangkan proyek tersebut. Nathan sedang mengembangan robot AI bernama Ava yang mendekati kesadaran dan kecerdasan manusia.

“Ex Machina” merupakan film drama thriller dengan teori fiksi ilmiah yang memiliki logikanya sendiri. Dilengkapi dengan perdebatan manusia dalam menghadapi evolusi robot AI yang semakin canggih. Apakah manusia sudah siap menghadapi AI yang semakin menyerupai manusia tanpa terbawa perasaan?

Ex Machina Review

Naskah Fiksi Ilmiah Tentang Robot AI yang Orisinal

Menarik dari “Ex Machina” adalah naskahnya yang fokus terhadap penelitian dan pengembangan AI yang dilakukan oleh Nathan. Film hanya berlatar di rumah Nathan yang terisolasi di area hutan. Dalam rumah dengan interior yang modern dan minimalis. Memberikan latar futuristik yang stylist. Tidak banyak distraksi, penonton jadi lebih fokus dengan cerita yang ingin disampaikan.

Film ini juga didominasi dengan adegan bercengkrama, berdiskusi, hingga perdebatan yang bersangkutan dengan proyek pengembangan Ava sebagai AI dengan target mendekati kecerdasaan manusia. Alicia Vikander berhasil memerankan robot AI yang kabur antara memiliki kesadaran sebagai manusia atau hanya robot yang diprogram. CGI yang diaplikasikan untuk penampilan Ava sebagai robot juga sangat mulus secara visual.

Alex Garland tahu jelas fantasi seperti apa yang ingin Ia terapkan dalam filmnya. Didukung dengan plot utama hingga materi pendukung dengan logika dan teori fiksi ilmiah yang mampu menyakinkan penonton. Kita juga tidak hanya harus berpacu pada pendapat Caleb dan Nathan tentang Ava. Penonton juga bisa menarik pemahaman sendiri tentang AI dengan melihat proyek yang sedang berusaha disempurnakan oleh Nathan yang menjadi otak dari proyek ambisius ini.

Ex Machina Review

Interaksi Caleb dan Ava yang Selalu Menarik untuk Disimak

Adegan yang akan selalu kita nanti-nanti jika sudah tertarik untuk menyimak “Ex Machina” sampai akhir, adalah interaksi antara Caleb dan Ava, manusia dan robot AI. Sesi berkomunikasi antara kedua karakter ini akan mengalami perkembangan secara bertahap. S

etiap sesi interaksi selalu muncul hal baru yang tak akan membuat kita bosan untuk menyimak. Layaknya konsep AI pada umumnya yang semakin cerdas seiring mendapat input dari manusia secara berkala. Mulai dari kali pertama pertemuan, hingga pada akhirnya Caleb mulai merasakan ikatan spesial pada Ava. Kita sebagai penonton mungkin juga bisa terpengaruh dengan Ava karena perspektif film lebih bias pada Caleb.

Padahal obyektif dan makna dari komunikasi mereka tidak terlalu kompleks apalagi filosofis. Obyektif sederhananya Nathan hanya ingin melihat respon Ava berinteraksi dengan Caleb.

“Ex Machina” juga memiliki plot twist. Namun lebih pada twist secara teknikal dari keseluruhan penelitian yang telah diatur oleh Nathan. Jangan keburu menghakimi karakter manapun, kisah ini sebetulnya sangat sederhana. Jika kita tidak menyadari poin penting yang sebetulnya ingin disampaikan oleh Garland sebagai penulis naskah, mungkin itu berarti kita belum siap untuk berhadapan dengan AI dengan kecerdasan dan kesadaran manusia sungguhan.

Penjelasan Tentang Ava dan Kebenaran Nathan

(Spoiler Alert!) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, narasi “Ex Machina” cenderung bias pada Caleb Smith. Dimana Ia menjadi subyek bagi Nathan untuk melakukan uji coba komunikasi dengan Ava sebagai subyek pertama penelitian. Singkat cerita, alur skenario membawa Caleb pada titik dimana Ia memiliki simpati pada Ava sebagai AI yang semakin berkembangan ketika berkomunikasi dengannya, manusia. Bahkan interaksi yang Ia bangun dengan Ava terlihat lebih intens dibandingan dengan interaksi emosional dengan Nathan, sesama manusia di properti rahasia tersebut. Jika terus memahami alur cerita melalui sudut pandang Caleb, kita juga akan berpihak pada Ava dan melihat Nathan sebagai ‘penjahat’ dalam kisah ini.

Jika kita menemukan diri pada titik tersebut, itu berarti naskah yang ditulis oleh Alex Garland telah berhasil membawa kita terbawa suasana. Sampai kita lupa fakta mendasar yang sebetulnya tidak patut diperdebatkan; Ava hanyalah robot AI yang diciptakan oleh Nathan. Tidak perlu menerapkan hukum moral pada ‘benda’ seperti robot, bukan? Jika kita menghakimi Nathan karena memperlihatkan footage dirinya menyiksa robot AI lainnya yang tidak sesempurna Ava, hal tersebut seharusnya bukan perkara besar.

Namun, karena Ava dilengkapi dengan kecerdasaan buatan yang membuatnya belajar untuk memanipulasi dan membujuk lawan bicaranya, reaksi Caleb akan eksistensi Ava merupakan bukti bahwa penemuan Nathan telah berhasil. Namun harganya sangat besar, yaitu Caleb yang akhirnya lebih memilih untuk membantu Ava kabur dan mengkhianati Nathan.

Ava sendiri tidak bisa dilabeli sebagai penjahat sesungguhnya pada skenario ini. Sebagai AI, Ia hanya haus informasi untuk meng-upgrade otaknya agar memiliki kesadaran yang mendekati manusia. Semacam metode bertahan hidup pada makhluk hidup, hal tersebut pun ditanamkan oleh Nathan sebagai pencipta Ava.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect