Connect with us
Chemical Hearts Review
Amazon Studios

Film

Chemical Hearts Review: Lantunan Paling Tepat Untuk Remaja Tumblr

Sebuah film yang cukup baik bagi orang-orang yang belum terlalu mengetahui kehidupan dan percintaan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Sejak awal pembukaan monolog, Chemical Hearts menyuguhkan aura masa-masa remaja yang sangat kental, berkecimpung dalam kehidupan di sekolah, cinta pertama dan patah hati.

Film ini terasa seperti adaptasi film yang seharusnya dibuat pada masa-masa puncak era Tumblr, tetapi baru sempat dibuat sekarang di tengah-tengah pandemi global dan pemberontakan internasional terhadap penindasan. Melihat peristiwa-peristiwa saat ini, Chemical Hearts gagal untuk memikat pandangan (dan hati) penonton menuju sebuah kisah cinta yang manis pahit.

Henry, seorang remaja yang bercita-cita menjadi seorang penulis, memiliki tujuan utama di tahun terakhirnya di SMA untuk menjadi pemimpin redaksi koran SMA-nya. Walaupun mengatakan bahwa dia belum pernah bisa menuliskan pengalaman jatuh bangun dan kesulitannya sendiri dalam kehidupan (karena kehidupannya sangat sempurna sebagai seorang cowok normal berkulit putih yang terlahir di keluarga ideal), Henry berhasil mencapai tujuannya.

Di saat bersamaan, Grace masuk ke dalam kehidupannya. Dia adalah seorang gadis dengan satu kaki lumpuh yang sepertinya sangat melebihi kualifikasi untuk menjadi asisten pemimpin redaksi. Tertarik oleh sikap Grace yang dingin dan tempat nongkrong Grace yang aneh, apakah Henry akhirnya akan dapat menuliskan sebuah kisah mengenai masa-masa remajanya?

Chemical Hearts Review

Amazon Studios

Karya sinematografi dan pengarahan film ini berhasil sangat baik dengan adegan-adegan yang sebagian besar diambil dengan sudut pandang lebar. Skema warna yang digunakan juga sangat tepat untuk menggambarkan kehidupan remaja, walau mungkin hanya sedikit terlalu berusaha memenuhi estetika ala Tumblr. Tidak ada kekurangan yang sangat jelas dalam aspek visual, semuanya cukup.

Meski begitu, bintang utama dari film ini adalah deretan lagu yang telah dikurasi untuk kisah ini. Memimpin soundtrack film ini adalah lagu Take Care oleh Beach House yang secara halus dan perlahan mendorong ketertarikan antara Henry dan Grace. Lagu ini diulang beberapa kali sepanjang film dan juga digunakan sebagai pendamping lagu kredit kru film. Terngiang hingga film selesai, lagu ini menjadi lagu utama Chemical Hearts. Film ini juga menggunakan lagu dari The XX dan Tourist, semuanya dengan gaya lagu indie yang sama seperti lagu-lagu yang sangat disukai di era Tumblr dahulu.

Sayangnya, deretan lagu tersebut, sama hal baik yang dihasilkan dari budaya Tumblr, adalah satu-satunya hal bagus yang ada dalam film ini. Kisahnya sendiri terasa terlalu ketinggalan jaman dengan klise percintaan remaja yang labil. Namun film ini adalah sebuah adaptasi dari sebuah novel remaja yang ditulis oleh Krystal Sutherland pada tahun 2016, dan tahun itu masih berada dalam era buku-buku John Green dengan tema yang serupa.

Chemical Hearts berusaha untuk memasukkan sudut pandang yang lebih progresif dalam kehidupan remaja jaman kini dengan menciptakan karakter-karakter pendukung dengan latar belakang POC (People of Color / Orang non-kulit putih) dan LGBTQ. Tetapi karakter-karakter ini justru rasanya lebih digunakan sebagai tanda mata liberal dan bukan untuk mewakilkan kelompok minoritas tersebut.

Itu juga yang menjadi masalah dalam Chemical Hearts, tidak ada investasi dalam karakter-karakternya, bahkan karakter utama seperti Henry dan Grace yang seharusnya menjadi protagonis film. Mereka seharusnya mewakilkan para remaja yang menghadapi kesulitan di masa-masa transisi mereka, tetapi karakterisasinya hanya menjadi sebuah ledekan terhadap para remaja yang sungguh kesulitan.

(Warning: Spoiler)

Pada salah satu bagian dalam film, Henry dan Grace berdiskusi mengenai hambatan di masa muda dan mereka sepakat bahwa tidak peduli seberapa baiknya latar belakang seorang remaja, seberapa sempurna keluarga dan nilai pelajaran mereka, mereka masih bisa kesulitan dalam menjalani transisi dari seorang remaja menuju kedewasaan.

Meskipun hal tersebut benar adanya, hal itu juga terkesan sangat menunjukkan ketidakacuhan di tengah sebuah era di mana Generasi Z (baik Henry dan Grace terlahir di tahun 2000-an) mulai menyadari dan bersikap lantang terhadap privilese. Semua orang dapat melalui kesulitan di masa remajanya, tetapi mewakilkannya dengan masalah percintaan sebagai seorang remaja kulit putih dengan reputasi baik yang tidak perlu berjuang secara ekonomi sungguh sangat mengganggu.

Chemical Hearts adalah sebuah film yang ketinggalan zaman di dalam dunia remaja yang begitu cepat berubah. Apabila film ini dirilis tahun 2016 (atau lebih awal), film ini bisa menjadi setara dengan The Fault Is Our Stars (2014) atau The Perks of Being A Wallflower (2012). Premis mengenai kesulitan di masa remaja adalah masalah yang menarik dan penting untuk dibicarakan, tetapi tidak melalui lensa dengan privilese kulit putih ini.

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di CGV Cinemas Indonesia dengan Teknologi Dolby Atmos

Auditorium ScreenX Terbesar Kedua di Dunia Hadir di Indonesia

Entertainment

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect