Bagaimana jika orang yang disayangi memiliki kehidupan yang aneh dan penuh misteri lalu tiba-tiba menghilang begitu saja? Burning menawarkan premis tersebut dengan berbagai macam ketegangan yang biasa ditemukan dalam film thriller psikologis lainnya.
Bukan hanya memberikan kisah cinta segitiga yang mengekang perhatian penonton, pembuatan karakternya juga menyuguhkan pandangan kritis terhadap kesenjangan sosial di Korea Selatan.
Jongsu, seorang pemuda lulusan universitas yang hanya bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu, tak sengaja bertemu kembali dengan teman masa kecilnya, Haemi. Seorang perempuan yang penuh dengan kebebasan dan cara pandang yang unik terhadap dunia, Haemi meminta Jongsu untuk mengurus kucingnya selama dia pergi ke Afrika untuk mencari arti kehidupan.
Sebelum kepergiannya, Haemi dan Jongsu bercinta di apartemen Haemi yang kecil di siang hari. Namun ketika kembali dari Afrika, Haemi memperkenalkan Jongsu kepada Ben, orang Korea yang ditemui dan menjadi teman Haemi selama perjalanannya di Afrika.
Burning (Beoning dalam bahasa Korea) dibuat berdasarkan sebuah cerita pendek karya Haruki Murakami, seorang penulis maestro dari Jepang, yang berjudul “Barn Burning”. Kisahnya serupa, namun sutradara Lee Chang-dong menambahkan latar belakang karakter-karakternya sendiri yang memperdalam makna dari film ini.
Melalui lensa Hong Kyung-pyo dan arahan dari Lee Chang-dong, Burning memberikan adegan-adegan panjang yang mengalir dengan tenang seperti air sungai di pedesaan yang sepi. Lingkungan sekitar sering disorot untuk menunjukkan betapa berbedanya keadaan di Paju, tempat tinggal Jongsu, dengan keadaan di Gangnam, tempat tinggal Ben.
Lingkungan rumah Jongsu diperlihatkan sebagai lingkungan pinggiran (sungguh di pinggiran hingga berbatasan tepat dengan wilayah Korea Utara) yang sangat sepi dan dipenuhi dengan perkebunan di dalam rumah kaca. Sedangkan lingkungan rumah Ben juga sepi, namun dipenuhi dengan mobil-mobil mahal yang memasuki garasi masing-masing apartemen mereka.
Steven Yeun memang paling dikenal dari jajaran pemain film ini berkat penampilannya sebagai Glenn di serial The Walking Dead (2010). Namun begitu, penampilannya di film Burning sangat berbeda dan dipenuhi dengan karisma yang memerangkap penonton dalam senyumannya.
Ia memerankan Ben, pemuda kaya yang menyatakan bahwa pekerjaannya adalah “bermain”. Ketertarikannya terhadap Haemi terlihat mencurigakan karena memperlakukan Haemi seperti sumber hiburannya semata. Latar belakang Ben yang sangat ditutupi menjadi salah satu misteri terbesar hingga akhir film ini.
Yoo Ah-in berperan sebagai Jongsu, sang protagonis dalam Burning, yang memiliki sifat pendiam dan lebih sering memerhatikan sekelilingnya daripada mengutarakan isi hatinya. Yoo Ah-in berhasil membawakan karakter ini dengan begitu baik sehingga penonton tetap bisa merasakan terdapat perubahan di dalam dirinya meskipun perangainya tidak berubah.
Jeon Jong-seo memerankan karakter Haemi. Seperti karakter-karakter perempuan lainnya yang dituliskan oleh Haruki Murakami, Haemi merupakan jiwa yang ajaib dan berusaha untuk mencari pengalaman untuk memenuhi great hunger atau keinginannya untuk mengetahui tentang kehidupan lebih dalam lagi. Namun, Haemi juga hanya seorang perempuan yang memiliki perasaan.
Ia melakukan operasi plastik akibat Jongsu mengatakan ia jelek waktu kecil dulu. Lalu ketika Jongsu yang seharusnya menjadi orang terpercaya satu-satunya mengatakan bahwa Haemi bersikap seperti pelacur, ia pergi menghilang begitu saja dengan perasaan yang terluka.
Karakter Haemi juga seperti mewakilkan identitas perempuan di dunia ini. Seperti yang dikatakan oleh salah satu teman kerja Haemi, tidak ada tempat untuk perempuan di dunia ini. Mungkin itu sebabnya Haemi pergi dari rumahnya, tidak ada tempat untuk jiwa yang bebas sepertinya di sana. Mungkin itu juga sebabnya Haemi menghilang karena ternyata, bahkan di perkotaan, ia masih tidak bisa diterima dengan sifatnya yang tidak terkekang oleh aturan-aturan patriarkal.
Burning juga menyorot kesenjangan sosial di Korea Selatan yang diwakilkan oleh karakter Jongsu dan karakter Ben. Ben tinggal di apartemen mewah, namun tidak jelas apa yang dia kerjakan. Dia justru mengunjungi kedai-kedai kopi di siang hari atau pergi ke wilayah industri yang terbengkalai.
Sementara Jongsu hanya bisa berusaha mengambil pekerjaan paruh waktu apa pun yang tersedia demi menyambung hidupnya. Semuanya seakan berjalan begitu lancar dalam kehidupan Ben, tanpa beban kerja sedikit pun. Sedangkan dalam kehidupan Jongsu, terjadi kebalikannya.
Pada satu titik, Ben mengatakan bahwa dia memiliki hobi mencari dan membakar rumah kaca, melihat bangunan tersebut runtuh dilahap api memberikan kebahagiaan tersendiri untuknya. Dalam pembedahan lain, perkataan ini bisa dianggap sebagai metafora (hal yang sempat dibicarakan oleh Ben terhadap Haemi sebelumnya) bahwa dia memiliki hobi mencari perempuan seperti Haemi hanya untuk menghilangkan mereka setelah dua bulan. Namun terdapat cara lain untuk melihatnya.
Mungkin perkataan tersebut adalah metafora bahwa sebagai pihak yang diuntungkan dalam sistem kapitalis yang sering kali merusak lingkungan, Ben justru senang menghancurkan hal-hal yang baik untuk lingkungan (rumah kaca).
Tidak ada akhir yang pasti dalam Burning, tetapi justru di situ titik menariknya. Penonton dapat menafsirkan kisah ini sendiri sesuai dengan hal-hal yang paling mereka percayai. Namun dalam akhir mana pun, konsep great hunger untuk makna kehidupan menjadi garis besarnya. Rasa haus terhadap sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri biasanya berisikan hal-hal yang terlalu rumit untuk dapat dimengerti dalam satu cara.