Angele Van Lieken merupakan salah satu pop star Belgia yang berdomisili di Brussel. Penyanyi kelahiran 3 Desember 1995 ini punya musik yang kental bernuansa electro-pop dan lirik cenderung lugas. Di luar karier musiknya, Angele juga membintangi beberapa judul film. Kini, ia akan merilis album keduanya pada 10 Desember nanti. Namun, sebelum albumnya resmi dirilis, Angele terlebih dulu mengeluarkan self-titled documentary pada 26 November kemarin.
“Angele” dibuka dengan footage video performance Angele yang begitu gegap gempita. Habis itu, berbagai kata-kata dalam bahasa Prancis yang menunjukkan kalau Angele tak sepenuhnya menikmati ketenaran dan gegap gempita panggung yang ia jalani. Angele merasa hidupnya jadi berbeda selepas album pertamanya dirilis, serta mulai merasa kehilangan jati dirinya.
Di dokumenter ini, Angele pun mencoba menemukan jati dirinya. Bukan dengan travelling ke sejumlah tempat layaknya film “Eat, Pray, Love” (2010), namun dengan membuka kembali semua kenangannya di masa lalu. Proses tersebut lantas disajikan dalam alur maju mundur, serta dinarasikan langsung oleh Angele. Selain sebagai narator, Angele juga turut andil di dokumenter ini sebagai tokoh utamanya.
Masa kecil menjadi kenangan pertama yang coba dibuka kembali. Di dokumenter ini, Angele mengajak penonton pulang ke rumah keluarganya sambil menjelaskan seperti apa masa kecilnya. Beragam footage foto dan video masa kecil pun ditampilkan di sela-sela narasi yang disampaikan Angele. Wawancara dari pihak keluarga Angele pun tersaji untuk menambah informasi kepada penonton soal masa kecil pop star Belgia itu.
Scene pun beralih ke masa dimana Angele mulai mengenal Instagram, sosial media yang kelak membantunya bisa masuk ke dunia musik. Perpindahan scene-nya tergolong menarik berkat pemakaian visual effect yang juga menjadi kelebihan dokumenter ini. Visual effect tersebut berupa secarik kertas yang di-zoom dan bertuliskan kata yang mewakili perasaan Angele.
Pola visual effect semacam ini lantas dipakai secara terus-menerus, terutama saat perpindahan scene terjadi. Tak hanya untuk pergantian scene, visual effect juga dipakai untuk memperkuat aspek visual beberapa adegan di dokumenter ini. Semisal adegan saat Angele pertama kali memakai Instagram, serta adegan saat ia pertama kali manggung.
Dokumenter ini pun juga menjawab isu-isu yang sempat menimpa Angele di awal kariernya. Semisal skandal foto semi-telanjang-nya yang terbit di majalah Playboy Belgia, isu pelecehan seksual yang dilakukan kakaknya terhadap orang lain, serta orientasi seksualnya yang belum diketahui khalayak luas. Proses pembuatan lagu-lagu Angele pun juga disajikan di dokumenter ini. Dari dokumenter ini, penonton jadi tahu dari mana inspirasi lagunya berasal, serta seperti apa style musik dan penulisan lirik yang ia gunakan.
Bukan dokumenter musik namanya bila tak ada lagu di dalamnya. “Angele” menyajikan lagu bernada pop elektronik yang mayoritas memang lagu dari Angele. Lagu-lagu itu membuat mood penonton semakin nyaman selama menonton dokumenter ini. Beberapa lagu bernada minor pun masih tersedia di dokumenter ini untuk memperkuat beberapa scene yang tergolong sedih. Kredit sebesar-besarnya untuk tim penata musik atas kurasi musik yang mereka sajikan.
Menjelang akhir, penonton akan dikejutkan dengan kehadiran salah satu penyanyi wanita ternama dunia saat ini. Penyanyi tersebut dimunculkan lantaran pernah mengajak Angele sebagai kolaborator. Walau tidak ditampilkan secara menonjol, sosok penyanyi itu sudah cukup memberi kesan di dokumenter ini. Selepas kehadiran cameo high profile tersebut, dokumenter “Angele” pun lantas ditutup dengan konklusi yang cukup memuaskan.
“Angele” merupakan dokumenter yang menjadi wadah bagi Angele untuk mengenal dirinya kembali, sekaligus bernostalgia atas kehidupan masa lalunya. “Angele” pun juga bisa menjadi gambaran untuk penonton seperti apa sosok Angele Van Leiken dan seperti apa karya terbarunya nanti. Dokumenter garapan Sebastien Rensonnet ini bisa disaksikan di Netflix.