Connect with us
virus corona indonesia
Image via globalhealthnewswire.com

Current Issue

Alasan Kita Tidak Perlu Panik Menghadapi COVID-19

Tingkat kematiannya tergolong rendah yaitu sebesar 2,3%.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di China mengeluarkan laporan mengenai wabah COVID-19 alias virus corona yang saat ini menjadi highlight di seluruh dunia. Laporan ini ditulis berdasarkan 72.314 kasus mengenai wabah COVID-19 di China. Isinya akan memberi kita informasi mengenai epidemi COVID-19 sehingga penanganan yang lebih baik dapat dilakukan.

Sejauh ini, misinformasi mengenai COVID-19 sendiri sudah tersebar luas. Ditambah lagi angle pemberitaan media massa yang sebagian besar justru menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Hal ini menjadikan informasi yang akurat dan lengkap menjadi semakin dibutuhkan.

Coronavirus COVID-19

GIS Dashboard Johns Hopkins University

Per 11 Februari 2020, tercatat ada 72.314 kasus COVID-19 di China. Sementara menurut data real time yang dapat kita akses melalui situs Johns Hopkins, per 3 Maret tercatat 90.254 kasus. Bila jumlah kasus sebanyak itu, bisa kita pastikan para tenaga kesehatan akan kewalahan. Mereka membutuhkan waktu untuk memastikan apakah benar seseorang yang memiliki gejala tertentu ini benar-benar mengidap corona alias COVID-19. Ternyata, jumlah yang positif terjangkit covid-19 adalah 44.672 orang alias 62% dari total 72.314 kasus.

Bagaimana cara para tenaga kesehatan mengidentifikasi virus tersebut? Mereka melakukan pemeriksaan dengan menyeka tenggorokan pasien. Dari hasil tes asam nukleat yang dilakukan pada pasien dapat dipastikan apakah mereka memiliki virus tersebut atau tidak. Sebanyak 16.186 kasus alias 22%-nya mendapatkan diagnosa terjangkit COVID-19 berdasarkan gejala yang dimiliki atau terpaan yang didapatkan. Misalnya, ia memiliki gejala tersebut karena bepergian ke daerah di mana ada banyak penderita COVID-19. Ia juga bisa disebut memiliki terpaan virus tersebut karena memiliki kontak dengan orang yang sebelumnya didiagnosa terjangkit COVID-19.

Mengapa 16.186 kasus tersebut dinyatakan terjangkit COVID-19 tanpa melalui tes asam nukleat? Sebab terbatasnya kapasitas pengujian yang tidak mencukupi untuk kebutuhan saat ini. Bila korban yang memiliki gejala terlalu banyak, para tenaga kesehatan pun tidak punya cukup waktu untuk menunggu sampai satu persatu hasil tes keluar. Karena itu diagnosa dapat diberikan bila seorang pasien memiliki gejala maupun memiliki riwayat terpaan terhadap orang atau lokasi terjangkitnya COVID-19. Sementara itu ada 10.567 kasus atau sekitar 15%-nya yang mendapat diagnosa klinis terjangkit COVID-19.

Para pasien yang termasuk ke dalam daftar 15% ini adalah orang-orang yang berada di Provinsi Hubei. Selain mendapatkan diagnosa terjangkit COVID-19 berdasarkan gejala dan terpaan, mereka juga telah melakukan pencitraan paru-paru. Hasilnya, paru-paru para pasien ini konsisten dengan gambaran paru-paru orang yang terjangkit pneumonia dari virus corona. Ada pula 889 kasus atau 1%-nya yang positif terjangkit COVID-19 tanpa memiliki gejala apapun baik itu batuk, demam, ataupun kelelahan.

Berdasarkan distribusi usia para penderita, 87% atau 36.680 kasus COVID-19 berada di rentang usia 30-79 tahun. Rentang usia 20-29 tahun terdiri dari 3.619 kasus atau 8%. Rentang usia 80 tahun ke atas mencapai 3% atau 1.408 kasus. Sementara kasus antara usia 19-10 tahun dan di bawah 10 tahun hanya mencapai 1% atau masing-masing 549 kasus dan 416 kasus. Penderita COVID-19 sendiri terbagi menjadi tiga level yaitu ringan, parah, dan kritis. Jumlah kasus terbanyak berada di level ringan yaitu 36.160 kasus atau 81%. Kasus parah mencapai 6.168 orang atau 14% dan kritis mencapai 2.087 orang atau 5%.

Baca Juga: Wabah Mematikan di Dunia dari Masa ke Masa: Influenza hingga Corona

Dari total 44.672 kasus yang dikonfirmasi menderita virus COVID-19 melalui tes asam nukleat diketahui bahwa tingkat kematian pasien mencapai 2,3%. Artinya pasien yang meninggal dunia berjumlah 1.023 orang dari 44.672 kasus. Pasien yang meninggal berada di level kritis. Namun dari total 2.087 kasus yang mencapai level kritis, tidak semua meninggal dunia. Kasus meninggalnya pasien di level kritis adalah 49% dengan 14.8%-nya berusia di atas 80 tahun dan 8%-nya di rentang usia 70-79 tahun. Sebanyak lima kematian dari total 1.023 korban adalah tenaga kesehatan yang merawat para pasien.

Sejauh ini tidak ada laporan kematian untuk pasien berusia 9 tahun ke bawah. Belum ada laporan kematian dari pasien dengan level sakit ringan maupun parah. Tingkat kematian sendiri meningkat di antara pasien yang sebelumnya memang memiliki riwayat penyakit lain. Beberapa riwayat penyakit tersebut antara lain kardiovaskular, diabetes, sakit pernapasan kronis, hipertensi, dan kanker. Penyakit lainnya inilah yang “mendorong” pasien COVID-19 memiliki kondisi semakin rentan lagi.

Salah satu pemicu kepanikan masyarakat adalah kecepatan penyebaran COVID-19 di China yaitu dalam waktu 30 hari saja. Ditambah lagi dengan pemberitaan media massa yang terus mengulang-ulang kalimat bahwa COVID-19 alias virus corona adalah penyakit mematikan. Padahal bila kita telaah melalui data yang ada, diagnosa penyakit ini bukanlah hukuman mati bagi penderitanya. Banyak pasien yang telah sembuh dan melanjutkan hidup. Pemberitaan yang menyesatkan dan penyebaran informasi viral yang tidak jelas justru dapat menimbulkan kepanikan dan kesalahan dalam penanganan wabah.

Luigi's Hot Pizza Luigi's Hot Pizza

Luigi’s Hot Pizza: Pizza Rave Pertama di Bali

Lifestyle

Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase Apurva Kempinski Bali_Grand Staircase

Memorable Stay Experience at The Apurva Kempinski Bali

Culture

byrd house bali byrd house bali

Byrd House Bali: Pengalaman Kuliner Sempurna Berpadu Dengan Suasana Eksotis

Lifestyle

Bali Dynasty Resort Bali Dynasty Resort

Bali Dynasty Resort: Destinasi Populer Bagi Keluarga di Tepi Pantai Kuta Selatan

Lifestyle

Connect