Connect with us
midsommar review indonesia
Midsommar | A24

Film

Midsommar Review: Ritual Tragis Festival Musim Panas

Teror dan misteri yang berakhir menjadi sebuah tragedi dengan pengalaman sinematik yang mencengangkan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Setelah sukses dengan warna baru dalam genre horor lewat Hereditary yang rilis tahun 2018 membuat Ari Aster semakin diperhitungkan sebagai sutradara pendatang baru di genre horor. Sempat tarik ulur masalah penayangan di Indonesia karena sudah lewat dua bulan dari jadwal tayang perdana di Amerika. Namun akhirnya film ini tayang di Indonesia melalui distributor film Feat Pictures yang lalu ditayangkan di jaringan CGV, Cinemaxx, Flix, dan Lotte Cinema.

Keterlambatannya masuk ke Indonesia karena sempat terkendala masalah sensor. Film dengan rating 21+ ini mendapatkan sensor yang cukup banyak yaitu sekitar 9 menit. Film produksi A24 ini terdapat sejumlah adegan yang mengandung kekerasan dan seks.

Di awal film penonton diajak mengenal dua tokoh sentral melalui karakter Dani (Florence Pugh) dan Christian (Jack Reynor). Dani baru saja kehilangan keluarga dan membuatnya mengalami masa sulit. Akhirnya Dani, Christian dan teman-temannya memutuskan pergi berlibur ke sebuah desa terpencil di Swedia untuk menghadiri festival musim panas yang diadakan 90 tahun sekali.

Desa terpencil ini memiliki hamparan taman hijau yang luas, langit biru, bunga-bunga bermekaran dan juga mempunyai rentang waktu siang yang lebih panjang dibanding malam hari ketika musim panas tiba. Penghuni desa adalah masyarakat religius yang mengenakan pakaian serba putih dan memiliki tradisi unik yang jarang terekspos.

Dengan setting di sebuah area Halsinglang, Swedia, film Midsommar memperlihatkan perilaku menyimpang sebuah komunitas (sekte) Pagan bernama Harga yang menetap di sebuah dusun permai. Perayaan Midsummer memang nyata dengan kegiatan-kegiatan seperti memetik bungan, pesta-pesta, makanan dengan menu spesial atau menari-nari di sekitar Maypole. Halsingland juga tempat yang eksis, lokasinya di bagian tengah Swedia. Tapi syuting film Midsommar sebagian besar dilakukan di sebuah desa luar kota Budapest, Hungaria, Eropa Timur.

midsommar review

Midsommar (2019) | A24

Teror dan tragedi di film ini terjadi pada siang hari. Hal tersebut tetap membuat penonton merasakan pengalaman traumatik dan membuat kita tidak nyaman selama menonton film ini. Bagi yang sudah nonton Hereditary (2018) dan menganggapnya sebagai film horor yang cukup mengganggu, maka Midsommar bisa dibilang lebih “mengganggu”. Midsommar tidak bermain dalam pakem horor pada umumnya (suasana gelap dengan scoring mencekam dan deretan jumpscare). Midsommar membawa unsur horor ke dalam suasana asri yang terang.

Unsur menyeramkan dalam film ini juga timbul dari mimik wajah penduduk desa yang aneh dengan rangkaian kegiatan ritual yang tak biasa bahkan aneh dan kaya akan simbol misterius. Minimnya scoring mencekam cukup tergantikan oleh detail sound effect seperti suara rumput, nyanyian aneh, desiran angin, langkah kaki serta suara khas yang keluar dari mulut karakter dan sepertinya ini gimmick unik dan khas ala Ari Aster. Film ini membuat penonton serasa benar-benar berada di desa itu, jadi Midsommar memang harus ditonton di bioskop walaupun dengan sensor tapi tidak terlalu menghilangkan esensi utama film ini.

Akting Florence Pugh yang memerankan Dani cukup mencuri perhatian karena aktingnya yang maksimal dan membuat kita merasakan kemalangan-kemalangan yang menimpanya. Totalitas Jack Raynor sebagai Christian (kekasih Dani) juga membuat pengembangan karakter di film ini sangat baik didukung dengan karakter lain seperti Vilhelm Blomgren (Pelle), Will Poulter (Mark), dan William Jackson Harper (Josh).

Film berdurasi 147 menit (tanpa sensor) dengan alur lambat ini sebaiknya ditonton dengan fokus karena selain sinematografi, banyak juga dialog yang membuat cerita Midsommar jadi lebih hidup.

Ari Aster melengkapi deretan teror dan misteri yang berakhir menjadi sebuah tragedi dengan pengalaman sinematik yang mencengangkan. Midsommar bagaikan gabungan dari film-film horor psikologis seperti The Shining, The Village, dan Us yang mengekploitasi teror di siang hari. Setiap shoot diramu begitu detail dan artistik. Midsommar mengerti bagaimana memainkan emosi penonton dengan teknik pengambilan gambar, gestur dan mimik wajah karakter, dan efek suara. Dengan durasi yang cukup panjang, film ini berhasil membangun ketegangan dengan perlahan walaupun cukup banyak penonton keluar bioskop karena bingung dengan plot Midsommar.

midsommar review

Christian & Dani | Gabor Kotschy /A24

Memotong adegan yang dianggap vulgar seperti kekerasan (gore) dan seks justru agak merusak jalan cerita film ini. Padahal ada salah satu adegan pengorbanan yang kalau tidak disensor akan lebih bisa membuat penonton “terganggu”. Dilansir dari Tirto, Lembaga Sensor Film (LSF) tidak punya definisi jelas bagaimana unsur kekerasan dalam film dilarang. Implementasi ini tidak berlaku tegas. Pemberlakuan kriteria sensor antara satu film dengan film lain bisa berbeda. Jika sebuah film akan disensor, untuk apa penggolongan penonton diberlakukan?

Secara keseluruhan, Midsommar merupakan salah satu film psychological horror terbaik sekaligus paling fenomenal tahun ini. Tanpa jumpscare “lebay” film ini berhasil membangun ketegangan dengan perlahan yang cukup mengganggu walaupun dengan sensor. Buat yang masih belum puas nonton di bioskop bisa menunggu versi Director’s Cut yang berdurasi 171 menit.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect