Connect with us
Wish
Disney

Film

Wish Review: Nostalgia & Peringati 100 Tahun Studio Walt Disney

Menghibur dan penuh nostalgia, namun kurang spesial untuk karya peringatan ke-100 tahun.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“Wish” merupakan film animasi terbaru yang dirilis dalam rangka memperingati hari jadi Walt Disney Studios yang ke-100! Studio animasi legendaris dan terpopuler ini tepatnya berdiri pada 16 Oktober 1923.

Film animasi spesial ini telah dikembangkan sejak 2018 lalu, dengan Chris Buck dan Fawn Veerasunthorn duduk di bangku sutradara. Buck terkenal sebagai sutradara animasi terpopuler Disney era modern, “Frozen”. Sementara bagi Veerasunthorn, ini menjadi momen debutnya sebagai sutradara.

“Wish” dimeriahkan oleh sederet bintang Hollywood untuk mengisi suara karakter-karakternya. Mulai dari Ariana DeBose, Chris Pine, Alan Tudyk, hingga Evan Peters. Animasi drama musikal ini berlatar di Rosas, kerajaan fantasi yang dipimpin oleh Raja Magnifico dengan kemampuan sihir. Ia mengumpukan harapan dari setiap rakyat yang telah menginjak usia 18 tahun, kemudian mengabulkan satu per satu. Asha, akan menjadi protagonis kita yang ingin menjadi murid Magnifico, hanya untuk menemukan kebenaran yang mengejutkan dari Raja Magnifico.

Nostalgia Film Animasi Disney Klasik yang Hampir Terlupakan

“Wish” jelas merupakan referensi dari lagu klasik Disney, “When You Wish Upon a Star” dari “Pinocchio” rilisan 1940. Melodinya juga kerap kita dengar pada opening screen film-film Disney yang ikonik dengan bintang jatuh di atas kastil. Kemudian awal kisah Asha menawarkan diri untuk menjadi murid Magnifico mengingatkan kita pada pada filma “Fantasia” (1940). Asha yang suaranya diisi oleh Ariana DeBose memiliki penokohan tipikal protagonis Disney yang quirky, berbicara dengan hewan, memiliki rasa penasaran serta jiwa petualangan seperti Rapunzel dari “Tangled” atau Anna dari “Frozen”.

Ada pula referensi dari “Snow White and the Seven Dwarf”, “Sleeping Beauty”, dan “Tarzan” yang diaplikasikan dalam beberapa aspek. Premis dan konsep latarnya juga menjadi sesuatu yang sudah jarang kita temukan pada film-film Disney terbaru belatar negeri fantasi yang benar-benar baru seperti “Zootopia” atau latar modern seperti “Elemental”. “Wish” akan membawa kita kembali pada latar negeri dongeng klasik yang menjadi perpaduan antara Eropa kuno dan Mediteranian. Elemen fantasi, sihir, dan kerajaan juga mengingatkan kita pada latar-latar dari film Disney pada masa-masa keemasannya.

Semarak Musikal dan Gaya Animasi yang Unik

Drama musikal menjadi titik berangkat dari animasi Disney klasik yang ikonik. Dengan meng-cast Ariana DeBose, jelas “Wish” hendak hadirkan sajian musikal yang semarak dalam filmnya. Sebagai Best Supporting Artist Oscar melalui penampilannya dalam “West Side Story”, kualitas vokal DeBose tak perlu dipertanyakan lagi. Tak hanya DeBose, kualitas vokal aktor lain yang tampil dalam film animasi ini juga sudah mumpuni.

Gaya animasi “Wish” menjadi salah satu aspek yang menuai pro dan kontra sejak masa promosinya. Animasinya menggabungkan gaya tradisional 2D dengan 3D CGI. Sederhananya, dipermukaan memang terlihat 2D dengan warna dan garis-garis yang mengadaptasi tekstur cat air, namun gerakan kita lihat sepanjang film dihadirkan menggunakan CGI. Jujur saja hasilnya sedikit jadi terlalu overcooked dengan art direction yang berusaha dicampur-campur tersebut.

Bukan animasi yang sempurna, namun masih tidak bisa dibilang gagal total. Perkawinan antara arahan adegan (terutama saat adegan menyanyi), dubbing dan musik cukup berhasil nge-boost euforia dalam setiap adegannya. Kalau lagu-lagunya boleh miliki komposisi yang bagus, namun bukan jenis lagu yang ikonik untuk diingat oleh penonton setelah selesai menonton filmnya.

Menghibur Namun Kurang Spesial sebagai Sajian Peringatan ke-100 Tahun

Seperti rakyat di Rosas, kita sebagai penonton film animasi Disney masih berharap, Disney akan kembali masa-masa keemasannya. Ketika rilisan film Disney adalah ‘event‘ yang ramai dan dirayakan di bioskop oleh semua penonton dari berbagai usia. Meski telah menginjak 100 tahun, sayangnya saat ini bukan momen puncak dari studio animasi ini.

“Wish” hanya berakhir menjadi semacam skenario satir untuk dirinya sendiri. Disney masih belum mampu memenuhi permohonan kita untuk film animasi yang membuat kita merasakan keajaiban dan mengenggam memori yang akan kita bawa pulang setelah menonton di layar lebar.

Setelah semua referensi dan kualitas aspek yang telah kita jabarkan di atas, “Wish” sebetulnya hanya kolektif dari karya-karya lama Disney yang didaur ulang. Mulai karakter side kick, teman-teman Asha, bahkan villain-nya tidak meninggalkan kesan yang mendalam untuk menjadi karakter Disney ikonik berikutnya. Baik ‘lah jika ini adalah tribute dengan mengadaptasi berbagai karya lama Disney, namun presentasinya masih kurang spesial sebagai perayaan ke-100 tahun Disney. Kita tidak bisa merasakan kreatifitas, jiwa dan nafas kreatornya dalam animasi “Wish” ini.

Bird Review Bird Review

Bird Review: Karya Emosional dan Realis Andrea Arnold

Film

Heretic Review Heretic Review

Heretic Review: Filsafat, Budaya Populer, Agama, Keyakinan dan Fanatisme

Film

Blink Twice Blink Twice

Blink Twice Review: Debut Berani Zoë Kravitz

Film

The Crow 2024 The Crow 2024

The Crow Review: Kebangkitan Baru dengan Sentuhan Gotik Modern

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect