Connect with us
The Village
Netflix

Film

The Village Review: Konspirasi Isu Lingkungan di Desa Kamonmura

Drama thriller dua jam yang membosankan dan tidak fokus.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Village” merupakan film drama thriller Jepang terbaru di Netflix. Film ini disutradarai oleh Michihito Fujii, dibintangi oleh Ryusei Yokohama dan Haru Kuroki.

Mungkin banyak yang berasumsi bahwa film ini adalah film horor thriller, dilihat dari trailer dan posternya. Banyak juga beberapa film maupun serial Jepang berlatar di desa kecil kerap menghadirkan kisah dengan elemen horor.

Namun “The Village” adalah film drama yang lebih kental elemen thriller-nya. Berlatar di desa kecil bernama Kamonmura, Ryusei Yokohama berperan sebagai Yuu Katayama. Yuu bekerja di TPA desa, ia dikucilkan oleh warga desa karena perbuatan ayahnya di masa lalu yang sempat mengancam keselamatan desa. Selagi berusaha memperbaiki hidupnya sendiri, Yuu justru terlibat dalam konspirasi isu lingkungan di desa yang berpotensi mengulang masa lalu.

The Village Netflix

Perkembangan Karakter Yuu dan Misteri Desa Kamonmura

“The Village” tak hanya tentang desa Kamonmura dari sudut padang Yuu yang menjadi karakter protagonis, namun juga tentang masa lalu dan perkembangan karakter tersebut. Yuu adalah karakter underdog yang dikucilkan oleh warga desa karena kesalahan yang diperbuat oleh mendiang ayahnya. Sembari berusaha menyambung hidup dengan bekerja di TPA desa, ia juga harus menafkahi ibunya yang suka berjudi dan memiliki banyak hutang.

Sayangnya, karakter Yuu tidak dipresentasikan dengan jelas. Bahkan setelah hampir memasuki satu jam durasi film, perkembangan karakter Yuu tidak dihadirkan secara bertahap dan tiba-tiba mengalami perubahan instan karena munculnya karakter Misaki. Misaki adalah teman masa kecil Yuu yang kembali dari Tokyo, akhirnya menjalin asmara dengan Yuu. Memotivasi Yuu untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Baru babak kedua “The Village” hendak masuk dalam plot misteri dan konspirasi desa Kamonmura. Plot terlihat terlalu memaksakan karakter Yuu sebagai pusat dari segalanya, namun tidak dibangun dengan benar dari babak pertama. Konsep bahwa ‘sejarah terulang’ dengan foreshadowing pada prolog juga jatuhnya klise dan sok dramatis. Sinematografinya memang artistik dan dramatis, namun kalau narasinya lemah, pada akhirnya eksekusinya tidak akan bermakna dan berdampak bagi penonton.

The Village Netflix

Durasi Dua Jam Tidak Dimanfaatkan untuk Perkembangan Cerita yang Berbobot

Sebagai film berdurasi dua jam, “The Village” adalah film drama thriller yang membosankan. Misteri tidak dikubur dengan baik oleh penulisnya, untuk memberikan plot twist yang impactful. Jika satu jam pertama hendak memberikan porsi pengenalan dan perkembangan karakter Yuu, naskah tidak berhasil mengeksekusi visi tersebut dengan baik. Masa lalu Yuu dan bagaimana tragedi yang terjadi mempengaruhinya sebagai seorang pria tidak dieksplorasi dengan maksimal.

Dengan durasi yang panjang, aneh sekali bagaimana ketika memiliki kesempatan untuk bercerita, film ini hanya diisi dengan adegan membosankan dan dialog yang tidak membawa kita pada perkembangan cerita maupun karakter. Namun kemudian kita disuguhi adegan montage berbagai perkembangan peristiwa yang terjadi dengan cepat. “The Village” benar-benar tidak memanfaatkan durasi dengan baik untuk mengembangan cerita yang tidak instan.

Genre, Tema, dan Cerita Tidak Fokus

Melalui trailer dan posternya, mungkin banyak dari kita berasumsi “The Village” adalah film horor. Namun kemudian kita membaca premis dan deskripsi genre, bahwa film ini adalah thriller drama. Kemudian kita mulai menonton film, dibuka dengan prolog tarian tradisional Noh, yang dipresentasikan dengan mistis ala horor folklore. Meski artistik dan memikat, namun prolog tersebut memikat untuk ekspektasi yang tidak diberikan seiring berjalannya cerita.

“The Village” mengandung kisah tentang perjuangan Yuu yang dikucilkan di desa, kemudian berkembang menjadi kisah cinta segitiga dengan konsekuensi. Adapula misteri dan konspirasi yang disembunyikan oleh petinggi desa, hingga isu lingkungan. Belum lagi mempertanyakan apa hubungannya tarian Noh dalam kisah Yuu dan desa Kamonmura. Sekalipun niatnya dipresentasikan sebagai simbolis yang subtle, pesannya tidak sampai saja pada penonton. Akhirnya menghasilkan drama yang tidak fokus dan misleading bagi orang-orang dengan ekspektasi ketika hendak menonton film ini.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect