Connect with us
The Exorcist 1973
Photo via IMDb.com

Film

The Exorcist Review: Film Horror Pengusiran Iblis Terbaik yang Pernah Ada

Brutal, mengerikan, dan terasa nyata untuk meneror penonton.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

“The Exorcist” merupakan salah satu film klasik terbaik dari sutradara William Friedkin. Rilis pada tahun 1973, film ini sempat menimbulkan banyak kontroversi dari berbagai kalangan. Mulai dari keluhan penonton, komunitas agama, hingga komunitas gereja Katolik pada masanya.

Pendeta Amerika terkenal, Billy Graham sampai menyatakan bahwa ada iblis yang bersemayam dalam roll film “The Exorcist”. Film ini juga baru rilis di bioksop Inggris pada tahun 1999, karena sempat dilarang tayang di seluruh bioskop pada penayangan perdana. Jangankan filmnya, original trailer-nya saja juga tidak boleh diputar di bioskop-bioskiop Amerika karena dianggap terlalu mengerikan.

Seperti film-film horror pada umumnya, diceritakan seorang gadis muda, Regan MacNeil (Linda Blair), mulai mengalami perubahan yang mengkhawatirkan setelah pindah ke rumah baru di New York bersama ibunya (Ellen Burstyn). Ketika keadaan putrinya semakin memburuk, sang ibu akhirnya memanggil pendeta untuk melangsungkan prosedur pengusiran apa pun roh yang singgah dalam tubuh Regan.

Apa yang membuat “The Exorcist” mernjadi film paling mengerikan dan sukses meneror penontonnya dibandingkan dengan film horror serupa lainnya?

The Exorcist Review

Cerita Horror yang Fokus pada Fenomena Kerasukan dan Pengusiran Iblis

Kisah di mulai dari tiga sudut pandang karakter berbeda yang akan memiliki peran penting. Regan bersama ibunya yang memiliki kehidupan tenang, pastor muda yang awalnya kita pikir akan menjadi protagonis, dan pastor senior yang masih misterius perannya pada babak pertama.

Dari tiga karakter yang tidak saling berhubungan, plot berkembang secara bertahap hingga ketiganya berada dalam situasi yang sama. “The Exorcist” dengan sabar membangun cerita, secara hati-hati menyajikan kisah horror yang seharusnya fiksi, namun harus mampu menyakinkan penonton untuk kengerian maksimal.

Ceritanya sangat fokus dalam mengeksplorasi fenomena kerasukan iblis. Bagaimana perasaan keluarga korban, penjelasan secara logika yang tidak berujung, bagaimana fenomena ini tidak mudah dipercaya, hingga pandangan gereja Katolik akan fenomena ini.

Tidak hanya memikat melalui sekuen visual yang mengerikan dan brutal, setiap perbincangan dan dialog dalam film ini ditulis dengan serius dari adaptasi novelnya. Setiap babak dalam “The Exorcist” tidak fokus pada menyelipkan adegan-adegan mengerikan, namun bagaimana teror berkembangan secara natural dan menyatu dengan kronologi naskah.

Tidak ada jumpscare yang muncul tiba-tiba, atau akhir yang klise; “The Exorcist” terasa seperti dokumentasi dramatis fenomena kerasukan iblis dan bagaimana prosedur pengusiran iblis yang sesungguhnya.

Menunjukan Prosedur Pengusiran Iblis yang Sakral

Dalam film horror seperti “The Conjuring” atau “Insidious”, secara instan kita akan melihat ahli spiritual yang langsung bisa mengeksekusi ‘prosedur’ supranatural. Seperti pemanggilan roh, berkomunikasi dengan roh, hingga pengusiran setan. Semuanya bisa dilakukan secara instan tanpa konsekuensi yang rumit. Membuat para ahli spiritual ini tampak seperti penipu ulung jika kita terapkan dalam kehidupan nyata.

Dalam “The Exorcist”, seorang pendeta diperlihatkan harus melalui proses yang sulit sebelum melakukan satu sesi pengusiran roh jahat. Layaknya ilmuan yang harus melakukan observasi dan menarik hipotesis sebelum melakukan sebuah eksperimen. Membuat ‘ritual’ tersebut menjadi sesuatu yang serius dan tidak main-main dalam kisah ini.

Proses ini juga memberikan cerita yang menarik. Dimana kita bisa mengamati perilaku iblis, dan pandangan medis atau psikologi yang harus kita lalui sebelum menuju kesimpulan terakhir. Setelah dibuat gemas selama berjam-jam, penonton akan dihadiahi oleh ritual pengusiran iblis yang “spektakuler” dan benar-benar mengerikan.

Penerapan Tata Rias dan Efek Visual yang Mendukung Kengerian Sosok Iblis

Kita akan menyaksikan perubahan fisik pada karakter Regan sebagai korban. Dari seorang anak perempuan yang manis, hingga menjadi jelmaan iblis itu sendiri. Selain karena akting Linda Blair yang totalitas, tim tata rias film “The Exorcist” mampu memberikan hasil riasan iblis yang menakutkan.

Mungkin terlihat sedikit murahan dan tidak sedetil teknik tata rias film masa kini, namun secara “mistis” mampu menimbulkan perasaan tidak nyaman sebagai film horror klasik. Kita juga tidak akan melihat sosok asli iblis lebih dari 3 detik dalam film ini, namun jamin penampakannya yang sekilas tersebut tetap menjadi mimpi buruk di kala tidur.

Efek-efek aksi seperti tubuh yang melayang, perabotan yang bergerak sendiri juga sudah dieksekusi baik. Memang bukan highlight utama, namun menjadi pendukung yang sempurna untuk naskah “The Exorcist”.

Lepas dari gimmick dan fenomena supranatural yang mengitari perilisan film ini, “The Exorcist” merupakan salah satu film horror klasik terbaik hingga saat ini. Justru kekacauan yang timbul di masyarakat karena film ini merupakan bentuk dari kesuksesan sebuah film horror, yang pada akhirnya memang hadir untuk meneror penonton.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect