Connect with us
Tár Review
Focus Features

Film

Tár Review: Pesona Cate Blanchett sebagai Komposer Karismatik dan Problematik

Angkat isu manipulasi kekuasaan dan cancel culture dalam naskah ala biopik berbobot.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Di tengah tren film biopik seperti “Elvis” dan “The Woman King” yang rilis pada 2022, “Tár” memanfaatkan momen untuk mempromosikan film tentang komposer wanita bernama Lydia Tár yang sama sekali bukan publik figur nyata.

Todd Field percaya diri memberi judul film drama psikologi ini dari nama protagonisnya, kemudian mengambil keputusan terbaik dengan meng-cast Cate Blanchett sebagai karakter titular. Film dengan judul protagonis lebih populer di skena film superhero dan action drama, seperti “John Wick”, menjadi salah satu yang tersukses. Namun film drama dengan karakter titular mulai langkah di Hollywood belakangan ini.

Pada adegan pembuka, kita juga disambut wawancara Lydia Tár oleh Adam Gopnik, jurnalis terkenal sungguhan yang menulis untuk New Yorker. Kita juga akan mendengar deretan prestasi Lydia sebagai komposer wanita pertama untuk orkestra utama di Jerman, yang terdengar nyata dan absah.

Banyak dari penonton yang tidak familiar dengan industri elit musik klasik, atau informasi lengkap film ini sebelum menonton, pasti sempat menduga-duga apa ini film biopik atau fiksi. Tidak sempat masuk bioskop Indonesia, “Tár” kini sudah bisa di-streaming di HBO GO.

Tár

Lydia Tár, Komposer Wanita Karismatik sekaligus Problematik

“Tár” film drama psikologi dengan plot slow burn yang menuntut kesabaran penontonnya. Butuh waktu untuk kita mengenal Lydia karena ia benar-benar karakter baru. Blanchett juga butuh waktu untuk menyakinkan kita akan kehadiran Lydia dalam kisah ini; yang langsung ia dapatkan semenjak adegan wawancara pertama.

Meksi Lydia bukan publik figur sungguhan, siapa yang tidak penasaran dengan kisah komposer wanita sukses? Karena profesi ini identik dengan kaum pria. Melihat komposer wanita dipandang dengan penuh karisma dan martabat dalam film ini menjadi pengalaman menonton skenario original yang menarik, dimana semakin jarang belakangan ini. Ini seperti menonton “Whiplash” dan “Black Swan”, bedanya kedua film tersebut tidak menggunakan karakter titular.

Ada sentuhan psychological drama yang cukup menegangkan pada beberapa adegan. Diberi sentuhan visual yang menyebarkan misteri di sudut-sudut frame. Terkadang mungkin terasa sulit untuk disimak karena ada penyebutan teori musik, komposer klasik, dan istilah-istilah asing lainny untuk penonton awam. Namun kurang lebih tidak telalu sulit untuk disimak. Beberapa adegan meski hanya diisi dialog, alur pembicaraannya tetap memikat untuk diikuti. Salah satu adegan terbaik adalah ketika Lydia berdebat dengan salah satu mahasiswa, ketika hadir sebagai dosen tamu di Juilliard School.

Konflik dan sisi problematik protagonisnya dalam “Tár” juga menjadi studi gender yang menarik. Skenario seperti ini di dunia nyata kerap menjadi masalah bagi komposer, musisi, produser, dan profesi dalam skena hiburan lainnya dengan gender pria. Kisah Lydia Tár bisa menjadi contoh kasus menarik ketika figur problematik bukan pekara gender, namun karena karisma dan kekuasaan yang ia miliki.

Tár

Tár Berhasil Berkat Pesona Alami Cate Blanchett

Tak sulit membayangkan dunia alternatif dimana wanita seperti Cate Blanchett adalah komposer wanita “pertama” dalam eranya. Todd Field paham betul bahwa ia membutuhkan aktris karismatik, berkelas, dan cenderung maskulin untuk filmnya ini; Cate Blanchett lahir untuk memerankan Lydia Tár. Sulit memikirkan alternatif aktris lain untuk mengeksekusi karakter ini selain Blanchett.

Dari sederet penampilan terbaiknya yang sudah tidak diragukan lagi, ini bisa jadi, setidaknya, tiga besar penampilan terbaik dari Cate Blanchett saat ini. Dalam nominasi Best Actress Oscar ke-95, ia merupakan salah satu kandidat terkuat setelah Michelle Yeoh (yang dinobatkan sebagai pemenang berkat penampilannya dalam “Everything Everywhere All at Once), diikuti dengan Ana de Armas untuk penampilannya dalam “Blonde”.

“Tár” bisa jadi memiliki plot yang cukup membosankan karena cita rasa slow burn-nya. Namun dijamin pesona Cate Blanchett bakal membuat kita betah menyimak kisah Lydia dari awal sampai akhir. Kita tidak bisa mengelak dari pesona kehadiran aktris ini dalam setiap film.

Meski secara keseluruhan Lydia bukan protagonis yang sempurna. Bahkan memiliki banyak masalah kepribadian dan melakukan hal-hal yang tidak benar dengan memanfaatkan reputasinya. Di situlah berhasilnya Field dengan memilih Blanchett untuk memerankan karakternya yang tetap memikat sekalipun memiliki kepribadian yang buruk. Namun “Tár” juga bukan skenario yang meromantisasi karakter seperti Lydia. Naskahnya tetap memposisikan Lydia pada “tempatnya” sebagai konsekuensi dari berbuatnya. Lydia Tár menjadi karakter yang benar-benar menarik untuk diulik dan menimbulkan diskusi.

Industri Musik Klasik, Manipulasi Kekuasaan, dan Cancel Culture

“Tár” juga membawa kita masuk dalam industri musik klasik elit dengan menyimak rutinitas Lydia. Mulai dari institusi dan organisasi orkestra, rehearsal, pembicaraan tentang musisi klasik dan skenanya, hingga skandal dan manipulasi yang juga bisa terjadi dalam dunia seni ini. Sebetulnya sebagai film dimana Blanchett berperan sebagai maestro, tidak terlalu banyak juga adegan sang aktris menjadi konduktor dalam pertunjukan. Hanya ditampilkan sepenggal dalam setiap babaknya. Film ini lebih banyak mengeksplorasi gejolak batin dan kebenaran dari kepribadian Lydia yang sepanjang plot berusaha disangkal sendiri oleh karakternya.

Seperti yang telah disebutkan, Lydia Tár menjadi karakter titular dalam skenario yang biasanya di dunia nyata dialami oleh pria dengan kekuasaanya. Meski demikian, tidak ada dialog dan narasi yang menggaris bawahi peran gender dalam skandal atau konflik yang muncul. Seorang istri lesbian juga bisa selingkuh dari istri perempuannya, terlena oleh ketenarannya sendiri. Seorang komposer wanita juga bisa memanipulasi kekuasaan untuk memikat talenta-talenta muda berparas cantik. Namun tidak ada sama sekali yang mempermasalahkan gender Lydia dalam kasus ini. Ini yang membuat naskah “Tár” terlihat lebih elegan.

Secara keseluruhan, “Tár” merupakan film drama psikologi terbaik dengan branding yang percaya diri. Ini patut menjadi inspirasi bagi filmmaker bahwa naskah dengan karakter titular juga bisa menarik sekalipun bersifat fiksi (sekalipun bukan dari film superhero dan action), biar film yang rilis tidak melulu film biopik. Untuk berperan sebagai aktor dalam film biopik, setiap aktor memiliki materi sumber untuk arahan akting mereka; mempelajari publik figur yang mereka perankan. Namun untuk menghidupkan karakter seperti Lydia Tár, kualitas juara diciptakan dari nol oleh Todd Field dan Cate Blanchett.

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Conclave review Conclave review

Conclave Review – Drama Intrik di Balik Pemilihan Paus

Film

We Live in Time We Live in Time

We Live in Time Review: Perjuangan Pasangan Melawan Kanker & Waktu

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect