Dalam hubungan antar manusia, tentu ada ragam masalah yang menyelimutinya. Salah satunya adalah perselingkuhan, yang seakan masih menjadi momok mengerikan dalam berbagai situasi, baik yang baru berpacaran sampai yang sudah berkeluarga sekali pun. Fakta inilah yang kemudian diangkat oleh Tompi dalam film keduanya, ‘Selesai’.
‘Selesai’ merupakan film kedua yang diarahkan oleh Tompi setelah ‘Pretty Boys’ 2019 lalu. Dengan naskah yang ditulis oleh Imam Darto dan dibintangi oleh Gading Marten, Ariel Tatum, dan Anya Geraldine, film drama ini berkisah tentang sepasang suami istri, Broto dan Ayu, yang tampak tak harmonis. Suatu ketika, rumah tangga mereka menjadi berantakan ketika Ayu yang mendapati Broto berselingkuh dengan Anya, membuat segalanya semakin runyam.
‘Selesai’ membawa lore yang lebih simpel mengenai perselingkuhan dalam rumah tangga, berbeda dengan ‘Pretty Boys’ yang cenderung kompleks dengan sindirannya mengenai industri televisi lokal penuh kepalsuan. Secara pesan, Tompi dan Imam Darto berhasil membawakan isu tersebut, walau memang masih banyak lubang di sana-sini.
Alih-alih tampil dengan alur linear, Tompi dan Imam Darto meracik film ini dengan alur maju-mundur, memperlihatkan berbagai kejadian yang seharusnya mampu membuat drama lebih terasa berkesan. Namun sayang sekali, semuanya seakan dipatahkan mentah-mentah dengan penceritaan yang terasa hampa.
Plot twist memang disebut-sebut sebagai senjata pamungkas untuk membuat film jadi lebih menarik. Hal inilah yang kemudian diselipkan pada bagian epilog, membuat pembangunan ceritanya terasa cukup sia-sia. Belum lagi dengan akhir yang tidak merata, menampilkan dampak yang dirasakan pada satu pihak dan meninggalkan lainnya, membuat ending terasa tak berimbang.
Walau ‘Selesai’ hadir dengan jumlah cast yang tergolong sedikit, bisa dibilang kualitas akting dari para pemeran masih jauh dari memuaskan. Sepanjang durasi filmnya, penonton hanya akan disuguhkan dengan Gading Marten dan Ariel Tatum yang marah sambil mengucap sumpah serapah tak berkesudahan.
Anya Geraldine, yang digadang-gadang punya peran penting, nyatanya hanya hadir dengan porsi minim tanpa esensi. Di balik itu semua, setidaknya masih ada Tika Panggabean yang banyak berperan sebagai ice-breaker, walau di beberapa kesempatan menjadi annoying karena mengganggu scene yang seharusnya penting bagi plot.
Meski masih banyak cacat dalam penceritaan dan akting para pemerannya, ‘Selesai’ setidaknya tetap dapat tampil menawan dari segi teknis. Permainan kameranya yang lambat, color grading yang kekuningan dengan nuansa warm, sampai set design yang simpel namun terasa nyata mampu membuat mata cukup tersegarkan. Meski begitu, scoring yang labil seringkali mengganggu dialog yang sedang bergulir, mengurangi experience kala menontonnya.
Pada akhirnya, ‘Selesai’ merupakan film yang harusnya bisa jadi tontonan untuk mengingatkan betapa mengerikannya dampak perselingkuhan dalam hubungan, terutama bagi rumah tangga. Namun, dengan eksekusinya yang masih terasa acakadut, cukup sulit untuk merekomendasikan film Indonesia ini sebagai tontonan yang menggugah minat.