Pernahkah menjumpai ketika sedang menonton film dan mendapati ada satu adegan yang dibuat seakan untuk melucu tapi ada semacam pemikiran lain yang muncul di benak kita, pantaskah menertawakan ini? Itulah yang dinamakan dengan komedi gelap atau komedi hitam.
Komedi hitam merupakan subgenre dari komedi yang bersinggungan dengan topik atau konteks yang dianggap tabu atau sensitif. Biasanya di dalam penyampaian komedi gelap menggunakan sarkas dan ironi untuk menciptakan gelak tawa dari situasi yang tidak menyenangkan. Tertawa dalam komedi gelap memang tidak semudah tertawa di komedi konvensional karena terkadang butuh penalaran dan terkadang juga terjadi konflik batin dalam menyikapi hal tersebut.
Komedi gelap terkadang digunakan oleh pembuat film untuk menyampaikan suatu permasalahan atau bahkan memprovokasi suatu pemikiran yang tidak semua orang belum tentu mau untuk membicarakannya. Berikut adalah deretan film komedi gelap yang perlu ditonton sekali seumur hidup.
Dr. Strangelove: Or How I Learned to Stop Worrying and Love the Bomb (1964)
Disebut-sebut sebagai film komedi gelap pertama adalah “Dr. Strangelove” yang disutradarai oleh Stanley Kubrick. “Dr. Strangelove” memberikan suatu pemikiran bagaimana jika di jajaran elit pemerintahan karena keteledoran sederhana tapi berujung pada dampak yang katastrofe.
Berlatar waktu ketika perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet atau masa dimana banyak ketakutan atau teror serangan diam-diam dari Soviet melanda di Amerika pada saat itu seperti terror “air bersoda” yang digambarkan pula di film “Dr. Strangelove”.
Novel aslinya “Red Alert” sebenarnya jauh lebih serius daripada filmnya “Dr. Strangelove”. Kubrick sadar ketika membaca ulang novelnya, Ia menangkap ada banyak hal provokatif yang sebenarnya lucu (terutama tentang konflik antara Amerika dan Komunis) tapi tidak bisa dibahas begitu saja di ruang terbuka (di masa itu-1960an).
Mungkin apa yang terjadi di film tersebut sudah tidak erat lagi dengan situasi sekarang hanya saja poin-poin yang ada di film terutama menyangkut soal konsep “peperangan” masih bisa dikaitkan terutama soal kepanikan berlebih terhadap suatu hal yang belum tentu jelas kebenarannya.
Death at a Funeral (2007)
Dari judulnya sudah menyiratkan bahwa film ini menyentuh ranah yang tabu. Film “Death at a Funeral” garapan Frank Oz ini memberikan premise sederhana tentang kekacauan yang terjadi pada acara pemakaman. Dilansir dari situs The Laugh Button, Frank Oz merasa bahwa dalam pemakaman tidak selalu dilingkupi dalam suasana haru biru, kesedihan dan kesakitan, tapi ada satu emosi yang perlu diungkapkan yaitu komedi.
Film ini mungkin oleh Frank Oz dimaksudkan sebagai suatu perenungan tentang kesalahan dan dosa manusia apakah akan ikut terkubur ketika di akhir hayatnya. Film ini tidak hanya sekadar menampilkan adegan (seperti di film komedi lainnya) sosok jenazah jatuh dari peti mati tapi ada implikasi halus dan subjek-subjek yang bisa dibahas dengan serius walo ditampilkan dalam bentuk komedi.
Tentu saja, film “Death at a Funeral” bagi beberapa orang mungkin akan tertawa dengan segala subjek yang ditampilkan di dalamnya dan tentu saja beberapa orang akan merasa tersinggung. Film ini memang bukanlah film yang cocok ditonton bersama keluarga tapi ada baiknya untuk menonton film ini sekali seumur hidup.
Hot Fuzz (2007)
“Hot Fuzz” merupakan bagian kedua dari Trilogi Cornetto karya Edgar Wright. Di film “Shaun of the Dead”, Wright membahas tentang wabah zombie dalam bentuk komedi. Selanjutnya “Hot Fuzz” oleh Wright membahas tentang dunia kepolisian terutama konsep polisi “sempurna”. Kemasan aksi komedinya memang tidak terlupakan terutama karena ada referensi dari film-film aksi 80an di filmnya.
Konteks komedi gelap di dalam film ini mungkin lebih ke Wright mengomentari “orang-orang tua” yang berusaha mempertahankan nilai tapi tidak melihat bahwa zaman sudah berkembang. Selain hal tersebut konteks komedi gelap yang ditunjukkan adalah bagaimana orang-orang tua yang terlihat lemah dan tidak berdaya justru adalah sekumpulan pembunuh professional yang menuntut kemurnian di desanya. Atau bisa kita sebut “orang tua selalu benar dan anak muda selalu salah”.
Knives Out (2019)
“Knives Out” merupakan film detektif whodunit yang disutradarai oleh Rian Johnson. Film “Knives Out” memang tidak begitu terlihat sebagai film komedi gelap karena unsur ketegangan a la film detektif yang begitu mendominasi. Unsur komedi gelap tersebut terlihat dari cara Rian Johnson memaparkan karakter-karakternya, terutama karakter anak dan menantu dari korban pembunuhan di “Knives Out”.
Penggambaran karakter yang begitu buruk hingga seakan-akan manusia sudah kehilangan rasa kemanusiaan. Disinilah kepiawaian Johnson dalam menciptakan banyak adegan lucu yang penuh kesatiran dan tentu saja ketegangan akan siapa pelaku sebenarnya.
Don’t Look Up (2021)
Film “Don’t Look Up” dirilis pada akhir tahun 2021 tepat satu hari sebelum natal tiba (perilisan di Netflix). “Don’t Look Up” terbilang sangat sukses untuk menjadi film akhir tahun karena film berhasil menciptakan diskursus dan pertentangan antara yang pro dan kontra dengan konteks di dalam film ini. Film komedi gelap dengan kemasan bencana alam.
Begitu gamblang kritik yang disampaikan di “Don’t Look Up” terutama tentang penanganan bencana yang dilakukan oleh presiden Amerika. Tidak hanya itu, sosok visioner pencipta salah satu merek ponsel cerdas tak luput dari kesatiran film ini. Meski tidak menampilkan karakter sesungguhnya tapi ketika orang menontonnya akan langsung memahami siapa-siapa yang dijadikan subjek kritik Adam Mckay.
“Don’t Look Up” sedari awal memang oleh McKay dibuat sebagai kritik tentang perubahan iklim tapi ketika pembuatan film ini berlangsung, pandemi Covid-19 terjadi. Sehingga ada semacam pergeseran yang selain mengkritisi tentang perubahan iklim, McKay juga seperti memberikan kritik keras ketika Trump masih menjadi presiden ketika penanganan Covid-19.