Connect with us
Freedom Writers (2007)
Freedom Writers (2007)

Cultura Lists

Rekomendasi Film Bertema Pendidikan

Mayoritas rekomendasi film ini berangkat dari satu akar permasalahan yang sama, komunikasi.

Pendidikan adalah narasi yang tidak pernah selesai. Dalam berbagai medium, baik itu dalam buku (teks) maupun film (audio dan visual) selalu memindai realitas baru, juga berulang perihal pendidikan dari berbagai wilayah di belahan bumi ini.

Dari medium film, misalnya. Melalui upaya meramu teknik audio dan visual, berbagai dinamika yang terjadi di ruang bernama sekolah terus ditampilkan. Tulisan ini mencoba untuk merekomendasikan film-film yang telah diproduksi sejak lama, namun selalu mampu menjadi pengingat bahkan tamparan untuk kita yang hidup dengan “bayang-bayang” sistem formalisasi bernama sekolah.

Mayoritas rekomendasi film ini berangkat dari satu akar permasalahan yang sama, komunikasi. Selalu ada jurang pemisah antara cara guru membangun “identitas” profesional dan personalnya dengan latar belakang keseharian murid-murid yang ia temui. Murid-murid dipandang dengan cara melepaskan identitas sosial kultural yang membangun mereka sebagai individu. Olehnya, rekomendasi film-film ini menegaskan bahwa berdiri di depan kelas, di hadapan murid-murid tidaklah berarti sebagai penanda klimaks dari karir seorang guru. Justru, caranya untuk terus berinovasi adalah modal penting.

Hicki (2018)

Film yang diadaptasi dari kisah nyata ini memiliki sudut pandang yang agak berbeda dengan film-film bertema pendidikan lainnya. Jika di kebanyakan film, pemeran “guru” memiliki “privilege” yang selalu lebih dari siswa-siswanya. Maka di film Hicki ini, Naina Mathur (Rani Mukerji) hadir sebagai guru yang juga harus berjuang agar ia bisa diterima oleh guru-guru lain dan siswa-siswanya di St. Notker’s. Meskipun latar belakang pendidikannya termasuk cemerlang dengan gelar sarjana pendidikan dan MSc.

Mathur mengidap sindrom tourette. Sindrom yang membuatnya seringkali cegukan dan mengeluarkan suara yang dianggap aneh oleh orang lain. Sindrom ini bisa menjadi lebih parah jika ia dalam keadaan gugup. Namun hal ini tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi guru. Baginya, ia lahir untuk menjadi guru. Ia pun harus menghadapi siswa-siswa di kelas 9F. Kelas yang dipandang sebagai kelas dengan kasta siswa paling rendah. Mulai dari faktor sosial, ekonomi, juga penilaian akademik.

Namun Mathur tidak pernah menyerah. Ia mencoba menelusuri kehidupan sosial siswa-siswanya. Dari semua hasil pengamatannya, ia pun melakukan inovasi pengajaran dengan memberikan penjelasan yang dekat dengan kehidupan keseharian mereka. Tidak sia-sia tentu saja. Dua orang siswa 9F mampu mendapat lencana kehormatan “Prefect” yang artinya mendapat nilai tertinggi pada hasil ujian mereka. Ya, siswa-siswa di kelas 9F akhirnya mampu berkembang secara akademik dan tidak lagi dikucilkan oleh warga sekolah mereka sendiri.

Spare Parts (2015)

Film ini diadaptasi dari kisah nyata. Berkisah tentang seorang guru bernama Fredi Cameron (diperankan oleh George Lopez) yang dihadapkan pada kesempatan untuk menjadi guru pengganti di Carl Hayden Community. Ia lalu bertemu dengan seorang murid bernama Oscar yang harus mengalah “sejenak” dari mimpinya untuk menjadi tentara Amerika dan kemudian memilih untuk fokus pada keinginannya mengikuti Underwater Robotic Competition. Keinginan ini yang membawa Oscar menjadi satu tim dengan Cristian, Lorenzo, dan Luis. Masalahnya, kompetisi robotik yang mereka perjuangkan bukanlah kompetisi biasa. Sebagai anak SMA, mereka bertekad untuk mengikuti kompetisi yang mayoritas diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Ditambah lagi, perguruan tinggi yang seringkali menyabet predikat juara pertama adalah Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Film ini juga menunjukkan relasi kuasa yang cukup kuat antara guru dengan murid, juga antara anak-anak yang memiliki kekuatan dan postur fisik yang lebih besar dengan mereka yang terlihat lebih kecil. Relasi kuasa antara guru dengan murid misalnya, saat Karen Lowry sebagai Kepala Sekolah “menundukkan” Lorenzo dengan cara mengancamnya untuk harus mengikuti semua perintah Cameron, termasuk untuk bergabung dengan klub robotika. Meskipun dengan maksud yang positif, tentunya.

Akhirnya, usaha mereka tidak sia-sia. Dengan kelebihan masing-masing yang dimiliki, mereka mampu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi robot air yang mereka ciptakan. Meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya materil maupun non materil yang mereka miliki, mereka berempat berhasil membawa Carl Hayden Community sebagai pemenang pada kompetisi robotik tersebut.

Teacher’s Diary (2014)

Film yang disutradarai oleh Nithiwat Tharathorn ini jadi salah satu karya yang mencoba merefleksikan bagaimana seharusnya seorang guru, seorang pendidik itu. Bahwa guru yang baik adalah guru yang tidak hanya mengajarkan tentang rumusan baku atau dalil dalam buku paket, tapi bagaimana ia menjadi kawan untuk siswanya agar bisa berpengetahuan dengan cara keluar dan menjadi diri mereka sendiri.

The Teacher’s Diary mengisahkan dua orang yang mengajar di daerah terpencil, dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana. Keduanya dikirim ke Sekolah Rumah Kapal dengan alasan yang berbeda, mereka adalah guru Ann dan guru Song. Guru Ann dikirim karena keengganannya untuk menghapus tato yang ia miliki, sedangkan Guru Song dikirim karena posisi sebagai guru olahraga yang ia daftar justru tidak membuka lowongan. Keduanya adalah guru yang ditugaskan dalam dua waktu yang berbeda.

Awalnya, keduanya sama-sama menghadapi kesulitan. Guru Ann akhirnya melakukan berbagai daya dan upaya untuk memastikan murid-muridnya bisa datang ke sekolah. Bukan hanya itu, guru Ann berupaya sekeras mungkin agar pendidikan bagi siswa-siswanya bukan hanya soal metode untuk tahu, namun yang tidak kalah penting adalah upaya untuk memahami. Hari demi hari berlalu, ia pun menikmati tempatnya ditugaskan. Salah satu hal terbaik yang dilakukannya adalah menuliskan semua yang dialaminya di buku harian, termasuk metode-metode yang ia gunakan untuk berhadapan dengan siswa-siswanya. Catatan Guru Ann inilah yang ditemukan oleh Guru Song saat ia pertama kali ditempatkan di Sekolah Rumah Kapal. Catatan yang membantu Guru Song untuk berhadapan dengan siswa-siswanya, berikut dengan masalah-masalah mereka.

Guru Ann dan Guru Song sama-sama ingin menegaskan bahwa kesuksesan dan kegagalan seorang siswa tidak lepas dari peran serta guru di dalamnya. Hasilnya, Guru Song memutuskan untuk berhenti mengajar saat seorang siswanya gagal menyelesaikan soal tepat waktu saat ujian semester. Akhirnya, Ia berniat untuk kembali bersekolah agar bisa kembali mengajar suatu masa nanti dengan kualitas yang lebih baik yang ia miliki saat ini dan dengan harapan tidak lagi ada siswanya yang gagal.

Sokola Rimba (2013)

Film yang disutradarai oleh Riri Riza ini diadaptasi dari pengalaman pribadi Butet Manurung yang juga adalah penulis buku Sokola Rimba. Butet yang diperankan oleh Pria Nasution dikisahkan sebagai orang yang bekerja di salah satu NGO yang pada akhirnya mengantarkannya ke Hutan Bukit Duabelas Jambi. Ia bertugas menjadi pengajar untuk anak-anak dari suku anak dalam (anak rimba) yang tinggal di hulu sungai Makekal di dalam hutan bukit duabelas.

Namun suatu hari, ia bertemu dengan Bungo yang tinggal di hilir. Butet pun bertekad untuk melakukan hal yang sama yang dilakukannya pada anak di hulu dengan mereka yang berada di hilir. Di sinilah konflik itu muncul. Awalnya, Bungo dan beberapa anak-anak yang lain menikmati interaksi mereka dengan Butet. Namub, Bungo hidup dalam kelompok yang sangat menabukan “pensil dan alat tulis”. Bagi mereka, kerja-kerja Butet bertentangan dengan adat yang selama ini mereka yakini. Dengan berat hati, Butet meninggalkan wilayah tinggal Bungo.

Tapi bagi Butet, keinginan Bungo untuk belajar adalah alasan penting kenapa ia tidak boleh ”benar-benar pergi”. Butet terus mencari cara agar Bungo bisa menemukan posisinya dan mereka bisa belajar bersama tentang hal yang paling penting bagi mereka, membaca. Sebagai masyarakat adat yang memiliki tatanan sendiri, mereka harus menghadapi berbagai polemik soal luas hutan yang menjadi ruang hidup mereka. Berbagai ancaman berkedok bantuan mendekati kelompok Bungo. Hal lain ini yang mendasari mengapa Butet kekeuh untuk membuat mereka paham tentang literasi dasar.

Hal terbaik yang ingin ditularkan film ini, selain semangat seorang Butet Manurung, adalah bahwa sekolah seharusnya tidak menjauhkan orang dari lingkungannya. Sekolah dengan segala kuasanya seharusnya mampu mentransfer daya kepada siswa-siswanya untuk mempergunakan pengetahuan pada hal-hal terbaik di lingkungannya.

Freedom Writers (2007)

“Nobody ever listens to a teenager. Everybody thinks you should be happy just because you are young. They don’t see the wars that we fight every single day”

Kalimat ini yang diucapkan oleh salah satu murid Erin Gruwell dalam film Freedom Writers. Dialog ini termasuk pesan penting yang perlu diresapi bersama sepanjang film. Proses komunikasi yang terbuka antara para siswa dengan guru menjadi oase setelah “kemarau panjang” yang berlangsung di Woodrow Wilson High School.

Film yang diadaptasi dari kisah nyata dalam buku “Freedom Writers” ini disutradarai oleh Richard Lagravene. Adalah Erin Gruwell (Hilary Swank), seorang guru yang mengajar Bahasa Inggris. Niat baiknya untuk memulai melakukan perubahan dari dalam kelas tentu tidak berjalan mulus. Gruwell mengajar di ruang kelas 203 yang seringkali menawarkan “masalah”. Baik dari siswa, maupun dari guru-gurunya. Dari siswa-siswanya, Gruwell kerap kali menghadapi persoalan bullying, persoalan geng yang dibawa ke ruang kelas, persoalan rasial, dll. Sedang dari guru-gurunya, Gruwell harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ternyata persoalan rasial juga menjadi dendam terselubung guru-guru di Woodrow Wilson High School. Hal ini yang membuat mereka seringkali melihat murid-murid di kelas Gruwell sebagai penyebab masalah, sebagai murid dengan kasta sosial paling bawah.

Dengan kesadaran bahwa setiap orang memiliki ceritanya masing-masing, dan penting untuk mengungkapkannya, sekalipun itu ke diri sendiri. Akhirnya, Gruwell memberikan buku catatan ke masing-masing siswanya. Mereka diminta untuk menuliskan apa yang mereka alami setiap hari di buku tersebut. Semua yang mereka tuliskan membawa Gruwell menjelajahi semua akar masalah yang membentuk “identitas” para siswanya. Dari langkah inilah akhirnya Gruwell berhasil mengantarkan siswa-siswa di ruang 203 untuk lulus dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Dalam pencapaian ini, banyak di antara siswa-siswa Gruwell adalah orang pertama di keluarga mereka yang berhasil untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

The Siege of Jadotville The Siege of Jadotville

The Siege of Jadotville Review – Kisah Heroisme yang Terlupakan

Film

The General's Daughter Review The General's Daughter Review

The General’s Daughter Review: Thriller Militer yang Menantang Moralitas

Film

12.12: The Day 12.12: The Day

12.12: The Day Review – Kudeta Militer dan Periode Tergelap Korea Selatan

Film

Look Back Review Look Back Review

Look Back Review: Nostalgia & Tragedi

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect