Connect with us
Godzilla: King of the Monsters Review
Image: Warner Bros. Pictures

Film

Godzilla: King of the Monsters Review

Sebagai instalasi ketiga dari universe ‘MonsterVerse’, Godzilla: King of the Monsters menjadi setup yang bisa dibilang biasa saja.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Kaiju adalah sebuah genre film asal negara Jepang mengenai pertarungan monster raksasa dengan umat manusia atau melawan para monster lainnya. Sebagai sequel lanjutan dari film Godzilla (2014), ada sebuah ekspektasi tinggi untuk film Godzilla: King of the Monsters ini. Apalagi buat penggemar genre film Kaiju rasanya film ini tidak boleh dilewati karena menjadi salah satu film dari ‘MonsterVerse’ yang diciptakan oleh Legendary Entertainment.

Kehadiran universe dalam dunia perfilman modern sepertinya sudah menjadi hal umum dan tidak bisa dihindari lagi. Apalagi melihat kesuksesan Marvel Cinematic Universe, tidak heran berbagai rumah produksi berlomba untuk menghasilkan universe yang sukses secara komersil. Lantas bagaimana posisi serta peran dari Godzilla: King of the Monsters menjadi salah satu setup dari ‘MonsterVerse’?

Berbeda dengan film pertamanya tahun 2014, Godzilla: King of the Monsters tidak lagi disutradari oleh Gareth Edwards tetapi oleh Michael Dougherty. Bisa dibilang ditunjuknya Michael Dougherty menjadi sutradara film ini cukup ambisius. Apalagi jika melihat beberapa proyek penyutradaraan sebelumnya, Michael Dougherty lebih sering menyutradarai film horror indie dan belum pernah memegang film blockbuster sebesar ini.

Sebagai sebuah film summer blockbuster, Godzilla: King of the Monsters memperlihatkan keseruan dari pertarungan para kaiju dilengkapi dengan visual yang spektakuler. Namun sangat disayangkan kualitas visual yang diberikan tidak diimbangi pada plot dan karakter yang sama kuat.

Godzilla: King of the Monsters bercerita tentang kebangkitan monster berkepala tiga King Ghidorah sehingga mendorong organisasi Monarch untuk meminta pertolongan pada raja dari para monster atau kaiju, Godzilla.

Dari segi cerita sebetulnya King of the Monsters sangat potensial untuk menjadi film summer blockbuster terbaik tahun ini. Sayangnya, bisa dibilang King of the Monsters kurang memiliki sebuah identitas yang dapat mengeskalasi film ini dari biasa menjadi luar biasa. Hal ini dipengaruhi oleh cerita, terutama plot pada karakter manusia yang terkesan tidak penting dan digunakan hanya sebagai eksposisi.

Sebenarnya sudah ada upaya untuk memberikan hati dan menghidupkan film ini lewat drama keluarga yang disisipkan. Akan tetapi eksekusi yang dilakukan sepertinya gagal sehingga drama keluarga yang diperlihatkan terasa hambar dan tidak memberikan dampak emosi apa pun kepada penonton.

Jika mengamati respon pada film Godzilla tahun 2014, salah satu kritik yang paling sering terdengar adalah kurangnya kemunculan ‘Godzilla’ pada sebuah film yang seharusnya berfokus pada Godzilla. Sepertinya pembuat film Godzilla: King of the Monsters berusaha mendengar kritik tetapi membawanya terlalu jauh sehingga karakter manusia di film ini terasa dilupakan.

Tidak ada karakter yang membuat penonton ikut bersimpati secara emosional. Drama keluarga yang diberikan gagal memberikan dampak sehingga plot cerita terasa tidak spesial dan biasa saja. Karakter manusia di film ini juga terasa sangat dangkal apalagi beberapa dialog di film ini terasa sangat fiktif atau palsu. Bahkan ada beberapa momen yang membuat keberadaan manusia di film ini terasa sangat mengganggu.

Jika melihat berbagai aktor serta aktris yang memerankan film ini, sangat disayangkan penggunaan karakter manusia tidak optimal atau terkesan mengganggu. Kemampuan akting dari aktris remaja Millie Bobby Brown sebetulnya sudah tidak bisa diragukan lagi. Apalagi ini bukan kali pertama Brown beraksi di genre fantasy setelah sebelumnya sukses lewat serial populer Netflix ‘Stranger Things’.

Akting Brown di film ini jauh dari kata mengecewakan namun sayangnya terbatasi pada materi minim yang diberikan. Film Godzilla: King of the Monsters juga bukan kali pertama Vera Farmiga bergabung pada proyek cinematic universe karena ia merupakan bagian dari ‘The Conjuring Universe’.

Berperan sebagai Dr. Emma Russell ibu dari Brown, performa akting Vera Farmiga setidaknya berhasil sedikit memberikan momen emosional dan mengoptimalkan materi minim yang diberikan.

Salah satu karakter terburuk di film ini adalah karakter Mark Russell yang diperankan oleh Kyle Chandler. Sebagai seorang ayah yang berusaha mencari keberadaan anaknya, Kyle Chandler gagal membuat penonton bersimpati terhadap karakter Russell. Dari awal hingga akhir film, aksi karakter Mark Russell terasa sangat membosankan dan mudah dilupakan.

Selain ketiga aktor dan aktris utama diatas, masih ada aktor/aktris berbakat lainnya seperti Ken Watanabe yang terkenal dari film ‘The Last Samurai’, Charles Dance pemeran Tywin Lannister di serial ‘Game of Thrones’, Bradley Whitford, Sally Hawkins dan masih banyak yang lainnya. Sangat disayangkan dengan berbagai cast serta bintang luar biasa seharusnya karakter manusia di film ini tidak menjadi salah satu poin paling negatif.

Godzilla: King of the Monsters Review indonesia

4 kaiju utama beraksi pada film ini

Satu hal positif yang patut diapresiasi dari film Godzilla: King of the Monsters adalah visual spektakuler serta pertarungan epic para kaiju. Sebagai film Godzilla tentunya pertarungan para monster adalah motivasi utama untuk menonton film ini.

Harus diakui, King of the Monsters memberikan kesempatan bagi para penggemar kaiju melihat monster favoritnya diadaptasi pada film modern. Tidak main-main bahkan ada empat kaiju utama yang beraksi pada film ini yaitu Godzilla, Mothra, Rodan dan King Ghidorah. Godzilla sebagai bintang utama kembali hadir dan mendapatkan banyak adegan ikonik menjawab kritik yang diberikan pada film sebelumnya.

Kemunculan Mothra pada film modern juga sudah ditunggu-tunggu dan sukses diadaptasi dengan baik sehingga menghormati pembuat serta film pendahulunya. King Ghidorah dengan desain yang begitu ikonik bisa dibilang menjadi salah satu adaptasi kaiju paling epic di perfilman modern.

Pertarungan para kaiju yaitu antara Godzilla melawan Ghidorah maupun antara Mothra dan Rodan memberikan adegan pertarungan monster atau kaiju paling ikonik di masa film modern. Bagi para penonton yang tujuan utamanya melihat pertarungan epic para kaiju dijamin film ini akan terasa sangat fun dan memuaskan.

Dengan visual yang luar biasa penonton diberikan aksi epic pertarungan para kaiju. Godzilla memperlihatkan kemampuannya dan membuktikan dirinya sebagai seorang raja atau ‘The King of the Monsters’.

Berbagai adegan pertarungan epic menjadi sebuah hiburan spesial mengingat tidak terlalu sering film kaiju diproduksi dalam skala sebesar ini. Film ini berpotensi menjadi luar biasa tetapi sangat disayangkan plot, karakter manusia, drama para manusia sepertinya dilupakan padahal seharusnya dapat membuat film ini menjadi paket utuh yang sempurna.

Kurangnya dampak emosional yang diberikan menjadi poin negatif yang harus dibenahi pada film berikutnya. Meskipun sebagai film Kaiju yang tidak berfokus pada manusia, keberdaan manusia seharusnya tidak semena-mena hanya menjadi alat untuk eksposisi.

Sebagai instalasi ketiga dari universe ‘MonsterVerse’, Godzilla: King of the Monsters menjadi setup yang bisa dibilang biasa saja. Pada credit penutup film penonton sedikit diberikan petunjuk atau teaser untuk pertarungan King Kong dan Godzilla di film ‘Godzilla vs. Kong’ yang direncanakan keluar di tahun 2020.

Sebagai salah satu cinematic universe besar sepertinya menarik jika melihat perkembangan serta arah dari MonsterVerse kedepannya.

Lost in Translation & Her: Kesepian dan Perpisahan dari Dua Perspektif

Film

Siksa Kubur & Badarawuhi di Desa Penari: Rayakan Lebaran dengan Film Horor Lokal

Entertainment

Monkey Man Monkey Man

Film & Serial Terbaru April 2024

Cultura Lists

Perfect Days Perfect Days

Perfect Days: Slow Living & Komorebi

Entertainment

Connect