Quantcast
Dirty Angels Review: Gagal Memenuhi Harapan di Hampir Setiap Level - Cultura
Connect with us
Dirty Angels
Cr. Lionsgate

Film

Dirty Angels Review: Gagal Memenuhi Harapan di Hampir Setiap Level

Monoton, menguras energi dari narasi, meninggalkan adegan-adegan yang tidak sesuai dengan harapan.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★

Disutradarai oleh Martin Campbell, yang sebelumnya menggarap ‘Casino Royale’ dan ‘The Mask of Zorro,’ ‘Dirty Angels’ adalah film aksi-thriller yang berlatar di Afghanistan selama penarikan pasukan AS pada tahun 2021.

Dibintangi oleh Eva Green sebagai pemimpin tim komando rahasia, film ini membawa penonton pada misi berbahaya untuk menyelamatkan sekelompok gadis yang diculik oleh kelompok militan. Dengan latar belakang geopolitik yang tegang dan premis yang menjanjikan, ‘Dirty Angels’ berusaha menggabungkan aksi intens dengan drama manusia yang emosional.

Dirty Angels

Naskah yang ditulis oleh Alissa Sullivan dan Jonas McCord memberikan latar belakang cerita yang penuh potensi: misi penyelamatan yang dilakukan oleh tim perempuan yang menyamar sebagai petugas medis. Film ini mencoba mengeksplorasi konflik personal antara tugas dan moralitas di medan perang.

Namun, plotnya terasa terlalu klise dengan perkembangan cerita yang mudah ditebak. Konflik utama dan perkembangan karakter sering kali dikorbankan untuk aksi tanpa henti, membuat narasi terasa dangkal. Beberapa momen emosional yang seharusnya menjadi sorotan juga tidak cukup mendalam untuk meninggalkan kesan yang kuat pada penonton.

Eva Green membawa penampilan yang tangguh dan karismatik sebagai Jake, pemimpin tim komando. Penampilannya berhasil menangkap kompleksitas seorang prajurit yang harus mempertahankan ketegasan sambil memikul beban emosional di tengah konflik. Maria Bakalova dan Ruby Rose juga memberikan penampilan yang solid, meskipun karakter mereka tidak mendapatkan cukup waktu layar untuk berkembang.

Sayangnya, sebagian besar pemeran pendukung tampil datar, terutama karena dialog yang cenderung generik dan minim eksplorasi latar belakang karakter. Ini menjadi kelemahan utama film, mengingat potensi emosional cerita yang seharusnya bisa lebih digali.

Dirty Angels

David Tattersall, yang menangani sinematografi, berhasil menciptakan visual yang indah di tengah lanskap Afghanistan yang keras. Adegan-adegan pertempuran dirancang dengan cermat, menonjolkan intensitas melalui penggunaan efek praktikal dan sudut pengambilan gambar yang dinamis.

Namun, beberapa adegan aksi terasa terlalu bombastis hingga kehilangan nuansa realistis, terutama dalam klimaks yang terlalu dipaksakan untuk menonjolkan heroisme. Meskipun demikian, koreografi pertarungan yang rapi dan desain produksi yang detail tetap memberikan pengalaman sinematik yang mendebarkan.

Martin Campbell, yang dikenal dengan keahliannya dalam menyutradarai aksi, berhasil menciptakan adegan-adegan penuh ketegangan. Namun, fokus pada aksi sering kali mengorbankan kekuatan narasi.

Screenplay juga terasa kurang berani dalam menghadirkan sesuatu yang baru dalam genre ini, dengan pendekatan yang terlalu aman dan terkadang stereotipikal. Beberapa elemen cerita terasa klise dan kurang inovatif, membuat film ini terasa seperti produksi era 2000-an dengan stereotip budaya yang disederhanakan.

Skor musik yang digubah oleh Rupert Parkes memberikan atmosfer tegang yang konsisten sepanjang film. Desain suara juga menjadi elemen yang menonjol, terutama dalam adegan tembak-menembak yang membutuhkan akurasi audio untuk menciptakan ketegangan. Namun, musik terkadang terasa terlalu berlebihan di momen-momen emosional, yang justru mengurangi dampaknya.

‘Dirty Angels’ adalah film aksi yang menawarkan adegan pertempuran intens dan visual menawan, tetapi gagal memaksimalkan potensi narasi dan pengembangan karakternya. Meskipun menampilkan akting kuat dari Eva Green dan koreografi aksi yang solid, film ini terlalu bergantung pada formula genre yang sudah sering digunakan.

Mickey 17 Mickey 17

Mickey 17 Review: Tawarkan Humor Gelap dan Kritik Sosial

Film

I’m Still Here (2025) Review I’m Still Here (2025) Review

I’m Still Here Review: Trauma dan Ketahanan di Tengah Kediktatoran Militer Brasil

Film

The Monkey Review: Antara Tawa dan Teror

Film

The Gorge Review: Terperosok dalam Kekacauan Naratif

Film

Advertisement Drip Bag Coffee
Connect