Disutradarai oleh Edward Berger dan diadaptasi dari novel Robert Harris, ‘Conclave’ adalah thriller politik yang mengambil latar di balik tembok Vatikan, mengikuti proses pemilihan paus baru setelah kematian mengejutkan dari paus sebelumnya.
Film ini menyajikan intrik mendalam, ambisi tersembunyi, dan eksplorasi moralitas di antara para kardinal yang berlomba untuk mendapatkan posisi tertinggi dalam Gereja Katolik.
Berpusat pada Kardinal Thomas Lawrence (Ralph Fiennes), yang secara enggan ditunjuk untuk memimpin konklaf, cerita ini berkembang menjadi drama politik yang penuh ketegangan. Konflik muncul dari latar belakang pribadi para kardinal dan pengungkapan rahasia gelap yang mengancam meruntuhkan integritas Gereja.
Dengan perpaduan ketegangan psikologis dan dialog tajam, naskah yang ditulis oleh Peter Straughan menghidupkan dinamika ini tanpa kehilangan fokus pada tema utama: perjuangan antara moralitas dan kekuasaan.
Meskipun sebagian besar narasi bergerak dalam skala kecil—terbatas pada ruang-ruang di dalam Vatikan—ketegangan terus meningkat melalui dialog penuh intrik dan twist yang mengejutkan, termasuk sebuah pengungkapan akhir yang tidak terduga. Namun, beberapa kritikus menyebut bahwa twist tersebut kurang matang dalam eksekusi dan menimbulkan pertanyaan yang tidak sepenuhnya dijawab oleh film.
Sinematografer Stéphane Fontaine membawa penonton ke dalam keindahan artistik Vatikan, menyoroti keagungan arsitektur dan simbolisme visual. Pemanfaatan warna-warna kaya seperti merah dan putih menonjolkan atmosfer sakral yang kontras dengan ketegangan dan ambisi manusia yang tersembunyi di baliknya.
Setiap adegan dirancang dengan detail mengesankan, menyerupai lukisan Renaissance yang hidup, memberikan kedalaman visual yang mendukung narasi.
Ralph Fiennes memimpin ansambel yang luar biasa, memerankan Lawrence dengan intensitas emosional yang mencerminkan beban tanggung jawabnya. Stanley Tucci sebagai Kardinal Bellini menghadirkan karisma progresif yang bertentangan dengan visi konservatif Kardinal Tedesco (Sergio Castellitto), menciptakan dinamika kuat di antara para kandidat paus. Isabella Rossellini juga menonjol sebagai Sister Agnes, seorang biarawati yang secara halus tetapi signifikan memengaruhi jalannya peristiwa dengan pengamatannya yang tajam.
Karakterisasi dalam film ini mencerminkan kompleksitas manusia: masing-masing tokoh memiliki motivasi yang jelas, dari integritas idealis hingga ambisi yang tidak terpuaskan. Namun, sebagian elemen cerita mungkin terasa terlalu penuh, membuat beberapa subplot kurang mendapatkan penyelesaian memadai.
‘Conclave’ adalah perpaduan thriller politik dan drama moral yang memikat. Dengan skrip cerdas, akting kuat, dan desain visual yang memukau, film ini mengupas dinamika kekuasaan di salah satu institusi tertua di dunia. Meskipun twist akhirnya mungkin memecah pendapat, pengalaman keseluruhan dari film ini tetap memuaskan dan memprovokasi pemikiran.
Film ini menggali tema kekuasaan, moralitas, dan kepercayaan dalam dunia yang penuh intrik. Tidak hanya memberikan pandangan menarik pada proses pemilihan Paus tetapi juga komentar universal tentang tantangan kepemimpinan. Pesan moralnya menyoroti bahwa integritas sejati sering kali diuji di tengah godaan kekuasaan.
‘Conclave’ adalah tontonan wajib bagi penggemar cerita intrik politik dan eksplorasi karakter yang mendalam. Bagi mereka yang tertarik pada sisi tersembunyi dari institusi besar seperti Gereja Katolik, ‘Conclave’ menyajikan perspektif yang segar dan menggugah.
