Pada Mei 2021, Coldplay merilis single ‘Higher Power’ di luar angkasa. Lagu tersebut debut terlebih dahulu di International Space Station, disaksikan oleh astronaut asal Prancis, Thomas Pesquet, hingga akhirnya ditransmisi kembali ke Bumi untuk kita saksikan. Momen tersebut menjadi awal dari lahirnya album kesembilan dari Coldplay, “Music Of The Spheres”.
Album ini memiliki konsep yang terinspirasi dari filosofis kuno yang menyatakan bahwa berbagai gerakan pada benda-benda angkasa merupakan sebuah bentuk musik yang menggerakan perjalanan metaforis ke luar angkasa. Bersama dengan produser musik pop ternama, Max Martin, Chris Martin dan kawan-kawan menciptakan sebuah album layaknya roket dan dipersiapkan untuk perjalanan ke luar angkasa.
Setelah ‘High Power’, kita melihat di media bagaimana Coldplay menggandeng beberapa ikon pop sebagai kolaborator. Mulai dari BTS untuk single ‘My Universe’, hingga Selena Gomez yang berduet dengan Chris dalam lagu ballad, ‘Let Somebody Go’.
Beberapa dari kita mungkin memiliki ekspektasi bahwa Coldplay semakin memeluk genre pop dengan discography yang lebih mainstream. Namun, Coldplay masih memancarkan jati dirinya melalui album “Music Of The Spheres”.
Dengan tema eksplorasi luar angkasa, identik dengan sesuatu yang futuristik, band rock asal Inggris ini tak lantas hanya bermain dengan instrumen synth atau berbagai elemen musik artificial hasil studio yang “instan”. Jati diri Coldplay sebagai unit musisi rock yang kreatif dan open-minded tetap terasa dalam album ini. Coldplay mampu memadukan elemen pop yang catchy dan lebih universal (dengan pengaruh Max Martin), kemudian dibungkus dengan sikap mereka sebagai musisi band.
Keseluruhan tracklist dalam “Music Of The Spheres” dirakit untuk membawa pendengarnya mengalami eksplorasi luar angkasa, membawa kita pada sebuah pengertian bahwa ‘cinta’ membuat kita makhluk yang spesial di alam semesta. Tracklist yang disajikan sangat terkonsep dan rapi.
Dibuka dengan intro yang seakan menyambut kita dalam tour luar angkasa bersama Coldplay, kemudian kita dihantar pada dua track pertama yang up beat, “Higher Power” dan “Humankind”. Ada banyak track instrumental yang digunakan sebagai transisi dalam album ini, membuat setiap track berkaitan satu sama lain secara musikal.
Pada track dengan ‘simbol bintang’, pendengar seakan dibawa ke dimensi yang lebih melankolis dengan track-track ballad dalam album ini. Dimulai dengan ‘Let Somebody Go’ bersama Selena Gomez, dimana mereka berbicara tentang materi klasik, yaitu untuk merelakan seseorang yang kita cintai pergi.
Kemudian dalam track ‘simbol hati’ atau ‘Human Heart’, Coldplay berkolaborasi dengan KING dan Jacob Collier, menyanyikan senandung tentang stereotip laki-laki dan perempuan. Dengan hasil akhir bahwa, tak lepas kita laki-laki atau perempuan, kita semua adalah manusia, yang mampu mencintai dan bebas mengekspresikan emosi mereka.
Dalam track ini, Chris Martin dan para kolaborator bernyanyi secara acapella, namun suara mereka dilapisi dengan reverb yang tebal. Secara tidak langsung membentuk ‘musik’, dengan harmoni ala choir yang dieksekusi dalam lagu ‘Human Heart’.
“People of The Pride” menjadi track yang cukup menonjol dalam segi komposisi musik di album ini. Berbeda, namun mungkin akan menjadi salah satu track yang dilupakan. Dieksekusi dengan aransemen alternative rock dengan riff gitar dan drum yang ganas.
Bersiap untuk memasuki dimensi baru dalam “Music Of The Spheres”, ada track “Biutyful” dimana Chris Martin duet dengan ‘alien’ dengan vokal pitch tinggi, seperti malaikat dari jagat lain. Kemudian disambung dengan track instrumental dengan ‘simbol eclipse’, dimana kita mendengarkan gemuruh riuh penonton dan suara ‘alien’ (atau ‘robot’) di stadium konser. Seakan membawa kita pada sebuah konser di luar angkasa dengan BTS dan Coldplay, membawakan “My Universe”.
Euphoria yang tercipta dalam babak ini, dipertahankan dengan track instrumental berikutnya dengan ‘simbol infinity’. Kali ini kita dibawa ke stadium olahraga dengan chant ‘Ole Ole Ole Ole’ ala penonton pertandingan bola, berdampingan dengan musik electronic dance yang up beat.
Membawa kita pada perjalanan terakhir kita dalam album ini dengan track “Coloratura”. Track dengan durasi 10 menit ini memiliki komposisi yang menunjukan bahwa Coldplay masih mampu menghasilkan lagu dengan berbagai layer dan instrumen yang kaya.
Track dibuka dengan musik ambience, lalu dentingan piano yang lembut, ditambah dengan desiran harpa yang dreamy. Mixing musik untuk “Coloratura” memiliki kualitas yang tinggi untuk membuat kita merasakan berbagai dimensi musik dalam satu lagu.
“Music Of The Spheres” bisa dibilang masih memiliki pola dan ide awal yang cukup serupa dengan “Everyday Life”. Kita bisa membayangkan proses kreatif yang terjadi pada Chris Martin, Guy Berryman, Will Champion, Jonny Buckland, dengan tema luar angkasa dan bagaimana mereka menyambungkannya dengan ‘cinta’ dan ‘humanisme’ sebagai sebuah gagasan baru untuk menciptakan album terbaru mereka.
Jika dalam “Everyday Life” kita diajak untuk mengalami kehidupan, “Music Of The Spheres” mengajak pendengarnya untuk mengalami definisi dengan metafora ‘tarian di luar angkasa’. Namun, “Everyday Life” mengandung materi yang lebih kaya dan pesan yang lebih mendalam. Sementara “Music Of The Spheres” mengandung materi yang lebih simple. Sederhananya “Music Of The Spheres” adalah album cinta dengan tema luar angkasa.